Senin, Februari 24, 2014

Mak, Ipang Juga Mau Sekolah

(Dimuat di Lampung Post, Minggu/16 Februari 2014)  

Versi koran, difotoin temen dari Lampung. 



Ini versi e-paper yang ditemukan di internet
Asih berjalan lesu usai pulang sekolah. Bukan karena terik matahari, tapi ingat permintaan adiknya tadi pagi. Sewaktu ia mau berangkat. 
“Mak, Ipang juga mau sekolah.”
“Ehm... kamu pasti sekolah, Pang. Kalo tidak tahun ini, mudah-mudahan tahun depan,” ujar emak. Asih melihat emak menenangkan adiknya, tapi murid kelas 4 SD itu tahu emak tidak yakin Ipang bisa sekolah. Entah sampai kapan...
Ipang sudah 8 tahun sekarang, telat setahun masuk sekolah. Emak cuma tukang cuci dan setrika. Hidup mereka seadanya karena sang ayah telah lama meninggal. Rumah mengontrak, harga kebutuhan yang tak terjangkau membuat mereka hidup pas-pasan.
“Ipang malu kalo tahun depan sekolah, badan Ipang kan lebih gede dari anak lain,” jawabnya ngambek.
Emak tak memedulikan keluhan Ipang. Beliau tetap membereskan cucian yang sudah bersih, melipat, dan memasukkannya ke keranjang untuk disetrika. Setelah itu baru emak mendekati Ipang, merangkul pundaknya.
“Tapi Ipang kan pintar, sudah bisa membaca, perkalian, menghitung...”
Ipang memotong omongan emak, “pintar tapi tak punya rapor, huh...”
Emak tertawa kecil melihat Ipan kali ini manyun. “Ipang sabar ya! Sekarang baru satu anak emak, mampu emak sekolahin. Kalau Ipang sekolah, artinya Kak Asih berhenti. Ipang mau begitu?”
Ipang menggeleng mendengarnya.
Asih yang mengintip dari balik gorden pintu hanya bisa bersedih. Itulah yang membuat Asih berpikir seharian tadi di sekolah. Bagaimana caranya Ipang bisa sekolah?
***
Hari ini sebelum ke sekolah, emak meminta Asih memberikan cucian ke rumah Bu Ridwan.
“Ini cuciannya, kamu jangan lupa ya, Nak. Jangan lupa ucapkan juga terimakasih nanti,” pesan emak sambil menyerahkan kantong berisi pakaian yang sudah rapi.
“Iya, Mak. Nanti Asih sampaikan,” ujar Asih.
Emak menerima uluran tangan Asih yang menyalaminya, “sekarang berangkatlah, hati-hati!”
“Mak... bagaimanana kalau Asih berhenti sekolah? Biar Ipang saja sekolah. Asih kan perempuan,” jelas Asih tiba-tiba.
 “Jangan Asih. Sayang kalau kamu berhenti.”
“Tapi Ipang...”
“Sudahlah, jangan kamu pikirkan. Tugas utama kamu adalah belajar, yang lain biar emak yang pikirkan, mengerti?” tanya emak lembut.
Asih pun mengangguk pelan. Terbersit sedikit rasa kecewa di hatinya.
Di kelas Asih masih memikirkan Ipang. Gadis kecil itu terus berpikir bagaimana mendapatkan uang untuk sekolah Ipang. “Mengamen sepulang sekolah?” otaknya berputar. Tentu saja emak akan bertanya jika ia pulang terlambat.
“Hayooo... lagi ngelamunin apa?” Tiba-tiba Fitri, teman sekelas menepuk pundaknya.
“Eh... tidak. Aku lagi tak mikirin apa-apa kok,” Asih berusaha menutupi masalahnya.
“Jangan bohong deh, aku tahu kamu akhir-akhir ini seperti ada masalah. Siapa tahu aku bisa membantu lho,” ujar Fitri. Rupanya dia tidak percaya begitu saja.
Asih terdiam cukup lama. Bimbang antara bercerita atau tidak. Akhirnya ia putuskan bercerita. Tidak ada salahnya mencoba. Siapa tahu Fitri memang bisa membantu. Asih pun menceritakan soal Ipang yang ingin sekolah dan kendalanya. Fitri mendengar dengan penuh perhatian.
“Oh jadi begitu...” jelas Fitri begitu selesai mendengar cerita Asih.
“Iya. Jadi bagaimana, kamu ada ide buat aku bekerja?”
“Hehehe... sayangnya, nggak,” jawab Fitri sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Pura-pura.
Asih pun makin tidak bersemangat.
“Jangan manyun, Non. Begini nih, aku baca di majalah ada yayasan yang programnya membiayai sekolah anak tidak mampu. Orangtua asuh begitu. Bagaimana kalau kita datangi yayasan itu sepulang sekolah nanti?”
Beneran? Aku mau.” Wajah Asih berbinar-binar bahagia. Dia meraih kedua tangan Fitri, “Terimakasih ya, mau membantuku.”
“Sama-sama. Tenang saja, Fitri...” jawab Fitri pura-pura seperti merasa hebat.                 
Sepulang sekolah mereka naik bus kota ke tempat tersebut, Yayasan Orangtua Asuh Anak Bangsa. Di sana mereka bertemu perempuan yang sudah cukup berumur, yang  biasa dipanggil Oma Martha. Rupanya beliau sehari-hari mengurus yayasan tersebut bersama beberapa relawan lain.
“Jadi setiap anak mendapat biaya dari orangtua asuh masing-masing. Yayasan inilah yang menjadi perantara,” sahut Oma Martha memberi penjelasan. Asih dan Fitri mengangguk tanda mengerti.
“Oma akan mengusahakan donatur untuk adikmu, Ipang. Tahun ini dia sudah harus kita sekolahkan,” tambahnya lagi.
“Benar Oma?” Asih seperti tidak percaya.
“Iya. Oma dan teman-teman di yayasan akan berusaha, dan biasanya berhasil,” katanya penuh semangat. Beliau mengambil selembar kertas. Lalu menanyakan beberapa hal tentang Ipang dan keluarganya, kemudian menuliskannya.  Setelah itu, beliau menyarankan Asih dan Fitri untuk pulang. Oma Martha akan memberi kabar secepatnya.
***
Tiga hari kemudian Asih terkejut begitu tiba di sekolah. Hampir semua teman sekelas menghampirinya. Beberapa memberikan selamat. Tentu saja Asih bingung.
“Ada apa sebenarnya?” tanya Asih pada Rafael, sang ketua kelas.
“Lho, memangnya kamu belum diberitahu ibu koperasi?”
Asih bengong. “Soal apa?”
“Kamu dipilih jadi pengurus kantin koperasi sekolah. Kata ibu koperasi, sebagian keuntungan akan diberikan untukmu, sebagai upah karena menjaganya setiap istirahat. Lumayan untuk bantu biaya sekolah,” jelas Rafael.
“Kok bisa?”
“Kami yang mengusulkan, atas ide dari Fitri, hehehe...” ujar Rafael sambil tertawa.
Asih terharu sekali atas kebaikan teman-temannya. “Terimakasih ya, sudah banyak membantuku,” ujarnya pada teman-teman yang menggelilinginya. Dalam hati ia berkata, “uh, Fitri nyebelin. Kenapa tidak bilang-bilang, sampai aku seperti mau pingsan  kegirangan begini.”  Asih benar-benar gembira.
Saat pulang ke rumah kejutan kedua membuat Asih tak kalah gembira. Emak mendapat surat dari Yayasan Orangtua Asuh Anak Bangsa. Isinya menjelaskan Ipang mendapatkan orangtua asuh yang bersedia membiayai sekolahnya.
“Sih, kita harus bersyukur pada Tuhan. Ipang dapat orangtua asuh. Masih banyak orang baik yang membagikan rezekinya untuk orang seperti kita. Kalian berdua akhirnya sama-sama sekolah, Nak,” ujar emak.
Asih mengangguk sambil memeluk emak. Dia sudah tidak sabar membayangkan perasaan Ipang mendengar berita gembira itu. Sayangnya, Ipang sedang bermain bersama temannya.
“Coba kamu cari adikmu. Biar dia cepat mengetahui kabar yang diimpikannya selama ini,” pinta emak.
Asih pun berlari riang ke luar rumah. “Ipang pulaang! Ada berita gembira, kamu bisa sekolah...” Asih berteriak penuh semangat. [Elzam]

Kisah ABG Amrik si Trouble Maker di Sekolah

(Dimuat di Koran Jakarta, Kamis, 21 Februari 2014, versi edit Koran Jakarta di sini)

 

Judul                : Middle School (The Worst Years of My Life)
Penulis             : James Patterson & Chris Tebbets
Penerjemah      : Gusti Nyoman Ayu Sukerti
Penyunting       : Nuraini Mastura
Penerbit           : Noura Books
Cetakan           : I, November 2013
Tebal               : 330 hlm
ISBN               : 978-602-7816-14-5


Masa-masa di sekolah penuh dengan peristiwa-peristiwa ajaib bagi tiap orang.  Lengkap dengan bumbu-bumbu kenakalan khas Anak Baru Gede (ABG).  Lantas, apakah kenakalan kita menyamai masalah demi masalah yang dibuat Rafe Khatchadorian di buku Middle School (The Worst Years of My Life)

Inilah buku yang menggelitik tentang sosok anak yang terobsesi menjadi trouble maker di sekolah setingkat SMP, yaitu Hills Village Middle School (HVMS) di Amerika. Bercerita misi Rafe untuk melanggar 16 bagian peraturan di sekolah yang baginya memenjarakan siswa. Ia tidak suka menjadi siswa normal yang patuh. Pelanggaran pertama yang dilakukannya membunyikan alarm pemadam kebakaran sampai seisi sekolah panik (hal. 37). Ulah pertama Rafe ini justru dilakukan di hari pertama saat peraturan HVMS sedang dibacakan di aula oleh Mrs. Stricker. Rafe tak sendiri, ada Leonardo, si tukang gambar sahabatnya yang terus menyalakan nyali Rafe supaya melanggar peraturan. Leo juga membuat gambar pelanggaran siswa di buku peraturan miliknya yang memancing inspirasi Rafe membuat ulah.

Rafe kemudian membuat misi yang harus tuntas selama di HVMS dengan akronim namanya. Rules Arent For Everyone (RAFE) atau Peraturan Bukan Untuk Semua orang (hal. 54). Tujuannya, tentu saja untuk membuktikan bahwa normal itu membosankan. Di sinilah penulis berhasil membuat kelucuan-kelucuan ala Rafe untuk pembaca. Tidak sekadar narasi, lembaran-lembarannya juga dihiasi dengan ilustrasi yang sangat komikal. Membacanya membuat pembaca tak bosan karena penasaran kenakalan apa lagi yang menjadi misi Rafe. Apakah pelanggaran itu tak berujung hukuman? Sayangnya tidak, Rafe kerap mendapat hukuman, padahal targetnya menjadikan pelanggaran sebagai sahabat terbaik tanpa dihukum. 

Diceritakan pula tokoh Miller, siswa bermasalah yang tak suka dengan Rafe. Miller sejak awal sudah menetapkan Rafe sebagai target. Sadar dengan hal itu, niat Rafe untuk berbaur dengan Miller tak dilanjutkannya. Di HVSM Rafe merasa semakin terpenjara. Para guru dengan senang hati memberi hukuman setiap pelanggaran dan memanggil orangtuanya.

Di rumah, Rafe tinggal bersama Mom, Georgia, dan Carl (ayah tirinya). Ia kesal dengan Carl karena selalu bersantai di rumah. Sementara ibunya bekerja sampai dua shift agar mereka hidup layak. Sayangnya, masalah Rafe membuat sedih sang ibu. Mom ingin anak-anaknya menjadi normal seperti yang lain. Puncaknya ketika Rafe melihat ibunya menangis karena ulahnya di HVSM. Ia berjanji berubah dan menghentikan misi sementara waktu. Hal ini membuat Leo kesal. Terlebih ibu Rafe melarang anaknya tersebut bermain dengan Leo. Berubah jadi anak yang patuh membuat Rafe disenangi Jeane Galleta, gadis yang disukainya. Mrs. Donatello yang kerap menghukumnya pun ikut senang dan menyadari Rafe mempunyai bakat gambar.

Rafe yang sudah bersikap normal ternyata tetap dianggap musuh oleh Miller. Anak itu berusaha memancing kemarahan Rafe yang tak menanggapi. Lewat buku ini pembaca disodorkan bagaimana untuk menjadi baik pun harus melewati proses yang tak mengenakkan. Rafe pun demikian, Miller yang mendapatkan buku berisi catatan misi Rafe mengharuskan anak itu menebus dengan harga yang ditentukan (203). Di akhir cerita, Rafe mampu menyelesaikan masalahnya. Ia juga berhasil membuat decak kagum seisi HVSM dengan mural goresan tangannya. Tapi ia tetap dikeluarkan dari sekolah karena nilai akademik yang tak bagus. Oleh karena itu Mrs. Donatello menyarankan pindah ke Airbrook, sekolah gabungan seni visual dan akademis (hal. 309). Dari buku ini kita diajak menyadari tidak semua anak cocok belajar di sekolah formal. Bisa saja, seseorang nyaman dan berhasil justru bersekolah di sekolah nontradisional. [Elzam] 

Senin, Februari 17, 2014

Launching TV Serba Jepang di Event WAKUWAKU JAPAN MUSIC FESTIVAL

(Gambar dari www.kaorinusantara.web.id)

Jepang atau Japan! Apa yang kamu ingat begitu mendengar negara ini?

Penjajah Indonesia (he-he-he ... iya sih. Itu masa lalu, sekarang udah baikan, kok), serial Oshin, bunga sakura, manga dan kartun, negara industri teknologi yang maju, harajuku, negara disiplin, negara kepulauan langganan gempa, atau bagi anak muda sekarang: JKT48 dan AKT48? Okey, semua benar. 

Membincang Jepang memang selalu saja ada hal yang menarik. Negara di kawasan Asia Timur ini tidak hanya digdaya kekuatan ekonominya, tapi juga memunyai budaya yang khas dan menyedot keingintahuan banyak orang di dunia. Termasuk kamu, kan?

Khusus dalam industri hiburan televisi, tayangan buatan Jepang cukup banyak mewarnai televisi Indonesia. Zaman dulu ada Oshin (tahun 1986-an). Di tahun 1990-an saya masih ingat dorama Mimpi-Mimpi Aizawa (yang tak pernah ketinggalan saya ikuti). Kemudian, siapa yang nggak tahu dengan Ksatria Baja Hitam dan teman-temannya Iron Man atau Jiban. Lantas tokoh kartun seperti Naruto, Doraemon, Kabuto, atau Sinchan. Umumnya tayangan ini disiarkan stasiun televisi Indonesia. 

Bagaimana kalo tayangan serba Jepang tayang 24 jam selama 365 hari dan berbahasa Indonesia pula? Nah, ada kabar terbaru soal ini. WAKUWAKU JAPAN, televisi Jepang akan hadir di Indonesia mulai 22 Februari 214 mendatang. WAKUWAKU JAPAN ini dapat ditonton masyarakat Indonesia di televisi berbayar Indovision dan Okevision. 
 
Jangan lupa, 22 Februari di Indovision dan Oke Vision
Sabtu malam, 15 Februari 2014 lalu, gue dapat undangan untuk berpartisipasi dalam WAKUWAKU JAPAN Acara bertajuk WAKUWAKU JAPAN MUSIC FESTIVAL yang berlangsung di Jakarta Convention Centre (JCC) ini berlangsung seru dari jam 19.00 - 21.30 WIB. Dalam perhelatan tersebut, WAKUWAKU JAPAN menghadirkan band yang mengusung pop rock sebagai genre musik mereka langsung dari Jepang, yaitu Flumpool. Band asal Osaka ini terdiri dari Ryuta Yamamura (vokal, gitar), Kazuki Sakai (gitar), Genki Amakawa (bass), dan Seiji Ogura (drum) itu. Penonton sangat menikmati pentas perdana Flumpool malam itu. Lagu-lagu mereka: Over The Rain, Hoshi ni Negai wo, Hana ni Nare, Kakusei Identity, Taisetsu na Mono ga Kimi Igai ni Miataranakute, dan Kimi ni Todoke sukses menghipnotis penonton.
Nah, ini dia penampilan musisi Jepang yang paling ditunggu (gambar dari WAKUWAKU JAPAN).

Amazing! (gambar dari WAKUWAKU JAPAN).
Musisi lain yang memeriahkan launching WAKUWAKU JAPAN di Indonesia ini adalah JKT 48. Yups, kalo yang ini grup cewek-cewek cantik Jepang-Indonesia yang cukup saya kenal lagunya River, karena rekan kerja di samping meja saya yang senang dengan JKT 48. Kalo melihat JKT48, gue juga langsung ingat iklan minuman isotonik ber-license Jepan, he-he-he... Salah satu personil JKT48, Haruka, yang asli Jepang sempat juga menjadi co-host mendampingi pembawa acara. Lucuuu dan kece nih, anak!

Perfomance maksimal ala JKT48 bikin penonton kian bergairah (gambar dari WAKUWAKU JAPAN).
Dan, nggak lengkap kalo nggak ada artis dari Indonesia. Afgan dan Bunga Citra Lestari (BCL) pun didaulat membawakan lagu-lagu andalan mereka. Beberapa lagu yang dibawa Afghan adalah Dia, Dia, Dia dan Jodoh Pasti Bertemu. Sementara BCL sempat membawakan hits Cinta Sejati yang jadi soundtrack Film Habibie Ainun.
BCL spektakuler banget penampilannya! (gambar dari WAKUWAKU JAPAN).

BCL membius penonton WakuWaku Japan Music Festival
Balik lagi ke program-program WAKUWAKU JAPAN. Nantinya penonton Indonesia akan dimanjakan dengan tayangan Jepang selama full 24 jam. Anime/tokusastu Black Mask Rider (Kstaria Baja Hitam), Chasshan, dan Iron Man Cosmos akan menghibur anak-anak. Eits, kita yang sudah gede juga bisa bernostalgia dengan super hero asal negeri sakura yang dulu mengibur masa kecil tersebut. Penggemar dorama juga tidak ketinggalan diperhatikan karena WAKUWAKU JAPAN akan menayangkan Ama Chan tiap pagi Pukul 7.00-7.15 sepanjang Senin-Sabtu. Ada pula film-film Jepang seperti Youkame no Semi (Terlahir Kembali)

Ultra Man Cosmos...!
Tak hanya hiburan, tayangan WAKUWAKU JAPAN sangat lengkap. Music, news, sport, culinary, traveling, entertainments, culture, semua ada. Tentunya dengan menampilkan semua tentang Jepang untuk dikenali penonton di Indonesia. Mau tau acara lengkapnya? Kamu tinggal cek di website WAKUWAKU JAPAN.

Nah, selamat menonton dan ber-Japan ria ya! [Elzam]  


Rabu, Februari 12, 2014

Kelas Inspirasi: Mengenalkan Profesi Penulis ke Siswa SD


Wow, Kelas Inspirasi buka pendaftaran lagi untuk Jakarta dan kota-kota lain. Pengumumannya seperti biasa ada di sini

Tiap orang bisa memberikan inspirasi dengan caranya. Apapun yang disandang seseorang dengan segala latar belakangnya. Inilah yang digagas Anis Baswedan, Rektor Universirtas Paramadina Jakarta. Beliau juga penggagas Indonesia Mengajar, yang menyebar sarjana fresh graduate untuk turun tangan menjadi guru selama setahun di daerah-daerah terpencil di sekujur Indonesia.

Gue udah dua kali ikut Kelas Inspirasi. Pertama di Depok (18 Juni 2013) dan kedua di Bogor (11 September 2013).  Awal ketertarikan sih, karena suka sekali dengan konsep bakti anak bangsa yang dilakukan lewat Indonesia Mengajar. Sumpah, gue bakal ikutan kalo saja waktu jaman gue masih muda, baru selesai kuliah, Gerakan IM a.k.a Ikhawanul Muslimin Indonesia Mengajar sudah ada . Bah, kelihatan tuanya! Gue tamat tahun 2006, ha-ha-ha....  Kapan lagi jalan-jalan? Nggak ding, pada dasarnya gue suka dengan kegiatan volunteering. Termasuk di pedesaan-pedesaan, di mana akses peningkatan hidup, termasuk pendidikan, kurang/sulit terjangkau. Padahal mereka, anak-anak tersebut tetap anak Indonesia, butuh sekolah, butuh sarana-prasarana dan GURU. Udah rahasia umum, PNS kebanyakan maunya ditempatkan di kota-kota. Di pulau terpencil, di gunung nan jauh, di hutan, mengajar mungkin tidak menyenangkan. Cost tinggal di sana juga gede selain jauh dari kemudahan-kemudahan layaknya kota. Nah, waktu tau ada KI a.k.a Kelas Inspirasi, gue pun menebus dosa. Dekat-dekat dulu, di Depok dan Bogor. Pas yang di Jakarta gue nggak dapet infonya, jadi lewattt....

Di Depok gue ngajar di SD Negeri 1 Cinere. Tepatnya bukan ngajar sih, tapi bercerita tentang profesi kita (kalo gue penulis/redaktur penerbitan) dan berbagi ke anak-anak supaya bermimpi dengan cita-cita mereka masing-masing. Syukur-syukur cerita-cerita kita bisa memberikan inspirasi bagi mereka. Ehm, gue di sini ngajar dua kelas. Anak-anaknya lucu abis. Dan saya tak bisa mengendalikan mereka, tidak bisa membuat mereka tertarik. Ha-ha-ha.... Maklum, pengalaman pertama ngajar. Padahal waktu KKN di Bengkulu dulu, anak-anak yang pasif jadi sangat aktif dan senang dihajar gue. Apa yang salah, ya? Mana ada anak yang nakalnya aktifnya di atas rata-rata, iseng, atau pemalu banget. Bahkan adanya jago nunjuk-nunjuk teman doang, giliran dia malah keok. Agak kaku ngajarnya di kelas empat ini.

Ini gerbang sekolahnya (foto by Dian Purnomo)
Lanjut kelas berikutnya adalah kelas lima. Nah, ini anaknya enak. Pinter-pinter dan nggak malu-malu. Dan lagi, akhirnyaaa.... ada yang tertarik dengan profesi gue yang tukang bohong nulis fiksi. Mereka semangat dan berebutan doorprize buku yang gue berikan. Juga takjub dengan cerita gue soal enaknya jadi penulis. Menghayal, terus dapat duit (kalo dimuat). Pertanyaan mereka sih beragam, cara jadi penulis, di mana sekolahnya, atau gimana bikin cerita yang baik. Beberapa anak di luar kelas minta tandatangan, alamat, dan foto-foto. He-he-he, senangnya. Niat gue sih emang pengen berbagi cerita, kalo penulis itu profesi yang ada di masyarakat selain dokter, polisi, pilot, polisi, guru (yang kebanyakan anak-anak kalo ditanya cita-citanya pasti menjawab ini. Iya kan?)


Si kaca mata ini maunya jadi pilot (foto by Dian Purnomo)

Seru membayangkan cita-cita (foto by Dian Purnomo)
Terbukti, Pak Bambang yang pilot Garuda memang paling banyak fans-nya. Semua berebut salam, foto bareng dan minta tandatangan, he-he-he. Bikin iri, kenapa ogut nggak jadi pilot dulu, kalo begini. Nggak cuma anak-anak sih, kami para relawan (decorator cake, wartawan, dokter, film maker, guru, agent travel) juga ikut-ikutan norak. Ikut foto-foto dengan Pak Bambang yang masih kelihatan gagah dengan seragam pilotnya, meskipun umurnya mungkin 50-an barangkali. Grup WA kelompok 18 (kelompok kami, berniat ingin main ke sana nih, tapi belum kesampaian) masih aktif juga. Anak-anak pada SMS dan mensen di twitter untuk datang berkunjung lagi. Maaf ya, adik-adik, ntar kakak-kakak cari waktu dulu. Kakak? Yups, mereka menolak manggil kami bapak/ibu guru. Apa bosan karena diajar bapak-bapak/ibu-ibu setiap hari ya? Uuups....

Jreng jreeng... ini penampakan relawan KI Kelompok 18 (foto by Dian Purnomo)
Kalo di Bogor, gue kebagian ngajar di SD kampung pinggiran Bogor. Profesi relawan kali ini, ada yang aktivis LSM (suka denga Ibu Citra yang cantik dan kalem ini, pinter juga), pegawai bank, trainner dan motivator, insinyur a.k.a sarjana teknik mesin (apa ya disebutnya sekarang?), peneliti, dan copy writer. Di sini gue ngajar dua kelas. Mati kutu. Ditanya buku cerita yang pernah dibaca, mereka nggak tahu. Ditanya apa penulis, bingung. Kalo nggak salah kelas 3 deh mereka. Kebanyakan memang orangtua mereka berlatar belakang buruh bangunan, petani, dan pedagang kecil. Agak susah mengajak mereka untuk interaktif. Jadilah gue keringetan ngoceh sendiri tanpa feedback berarti.

Kelas kedua, ngajar kelas lima duet dengan Pak Siswanto yang jadi peneliti Departemen Keuangan. Ehm, lumayan. Lumayan capek, ha-ha-ha.... Ngomong nggak didengar, banyakan bengongnya. Intinya sih memang tipikal Pak Sis yang emang 'baku', nggak santai dan komunikasinya formal banget. Ditambah gue yang udah kecapekan.  Responnya saling lempar dan ledek kalo satu anak ditanya. Tapi lumayanlah, mereka nggak kabur, kok, ha-ha-ha.... Meskipun begitu waktu serasa lama sekali dan saya udah pengen bel cepat-cepat. Nggak salah anak-anak juga, karena sebelumnya udah ada 3 relawan yang ngajar. Mungkin bosan dan capek kali.

Acara ditutup dengan pelepasan balon ke langit. Sebelumnya mereka menempelkan cita-cita mereka di kertas tempelan (untuk undangan nikah itu lho). Macem-macem cita-citanya. Sangat mengharukan, gue menemukan anak yang ingin menjadi ustadz. Diam-diam, saya mengaminkan dalam hati. Cita-cita lain standar: guru, polisi, tentara, dokter, etc.

Begitulah, saya suka kegiatan ini. Mudah-mudahan ada manfaatnya buat mereka. Salam inspirasi. [Elzam]