Selasa, Oktober 09, 2012

Mulut Menganga Pedas Gara-Gara Sambea Ujak Lem Boloak

Wow, ngomongin kuliner membuat lidah saya berdesis-desis. Membayangkan masakan yang saya gandrungi dari daerah asal saya, Bengkulu tercinta. Banyak  masakan tradisional yang saya hapal luar kepala karena menjadi menu sehari-hari keluarga saya. Dan tidak sombong, saya pun piawai bisa memasaknya karena didikan ibu yang membuat semua anak-anaknya, laki-laki dan perempuan bisa memasak. Minimal untuk kebutuhan perut sendiri, hehehe….

Sekarang saya ingin berbagi cerita kuliner sambea ujak lem boloak. Apa pula ini? Terjemahannya adalah sambal ujak dalam bambu. Memang, Bengkulu terkenal dengan masakan yang pedas-pedas, hampir sama dengan daerah di Sumatera lainnya. Sambea ujak lem boloak adalah masakan tradisional khas milik masyarakat Rejang di Provinsi Bengkulu (yang tinggal di Rejang Lebong, Bengkulu Utara, Lebong, dan Kepahiang).

Paling unik dari sambal yang berteman akrab dengan nasi ini adalah bahan yang menggunakan sayur-mayur khas tanah Rejang, yaitu cung kediro, sejenis tomat kecil-kecil seukuran kelerang yang asam. Hampir mirip dengan tomat ceri. Bentuknya bulat seperti bola, tapi ada juga yang sedikit lebih besar dan berkerut-kerut. Selain cung kediro, bahan lainnya adalah ikan asap. Lebih enak jika berasal dari ikan gabus. Ikan gabus asap sangat wangi dan lembut jika telah dimasak karena basah oleh kuah berbumbu pekat.
Cung kediro, tomat ceri lokal yang banyak tumbuh di Bengkulu
Cita rasa sambel ujak lem boloak sulit diceritakan dengan kata-kata. Tapi saya mencoba membantu menuliskannya. Bandingkan  jika Anda menikmati nasi bungkus yang dibungkus panas-panas lewat selembar daun pisang dengan nasi yang dibungkus dengan kertas pembungkus. Mana yang lebih nikmat? Pasti nasi berbungkus daun pisang lebih wangi dan sedap. Nah, kira-kira begitu, karena memasak sambea ujak lem boloak, tidak membutuhkan penggorengan atau kuali. Cukup dengan batang bambu baru yang masih basah, yang akan mengeluarkan aroma khas segar dan rasa legit pada bumbu saat dimasak. Selain itu, pembakaran dari kayu bakar membuat rasanya berbeda dan lebih "nendang". Ikan asap sangat enak karena terasa lembut hingga ke tulang-tulangnya, wangi, dan tidak amis. Cita rasa sambal ini semakin gurih karena menggunakan bawang daun yang dipotong-potong tidak terlalu tipis. Ini bagian yang paling saya suka, berburu potongan bawang daun di antara tumpukan nasi. Selain tentunya mengunyah ikan asap yang "enak gilaaa" tadi.
Kuah wangi segar berpadu dengan bumbu-bumbu wangi dalam sambal
Cara membuat sambea ujak lem boloak pun cukup mudah. Anda bisa mempraktikkan sendiri.

Bahan:
  •   250 gram ikan gabus asap
  • 6 buah cung kediro yang telah matang
  • 5 siung bawang merah
  • 10 buah cabe merah
  • 5 batang bawang daun, potong-potong sekitar 2 cm
  • 1 batang serai, memarkan
  • 1 ruas kunyit
  • 2 butir kemiri, bakar  terlebih dulu sampai kecoklatan
  • garam secukupnya.
  • 1 ruas bambu yang masih baru, bersihkan dan biarkan satu ujungnya tertutup.
 Cara membuat:
  • Haluskan cabe merah, kemiri, bawang merah, dan kunyit hingga halus.
  • Masukkan kira-kira 4 gelas air ke dalam bambu beserta cung kediro. Bakar di perapian dengan api sedang. Tunggu sampai mendidih dan cung kediro menjadi matang. Hancurkan cung kediro dengan menekannya menggunakan sendok.
  • Selanjutnya  masukkan ikan asap, bumbu halus, dan serai. Bakar kembali sampai ikan lembut dan matang. Tanda masakan matang adalah uap mengepul dan mengeluarkan aroma wangi. Untuk memastikan semua bahan tercampur, sesekali guncang bambu dengan hati-hati.
  • Terakhir masukkan garam secukupnya. Anda bisa menambahkan sedikit gula, jika ingin sambal yang tidak terlalu pedas.
  • Angkat dan masukkan dalam wadah. Sambea ujak lem boloak siap disajikan.

 Gampang sekali bukan? Kata ujak sendiri berasal bearti tekan, yaitu proses menekan-nekan cung kediro (tomat ceri) sampai lumat. Sambea ujak lem boloak tercipta dari filosofi masyarakat Rejang zaman dulu yang menyukai masakan alami dengan cara-cara yang sederhana. Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan mereka melahap masakan yang sekali santap, dan gampang dibuat pada saat situasi peralatan masak tidak tersedia lengkap. Misalnya sewaktu di kebun, di hutan, atau di sawah. Mereka memanfaatkan wadah bambu menggantikan kuali. Membawa persediaan ikan asap yang awet  untuk lauk, dan tinggal memetik bawang daun, serai, cung, serta kunyit di kebun. Simpel sekali bukan? Meski demikian, walau dimasak ala kadarnya, sambea ujak lem boloak ini sanggup membuat kita makan lahap dan siap memulai aktivitas kembali dengan semangat penuh.
   
 Sekarang, jika susah mendapatkan bambu, sambea ujeak lem boloak bisa dimasak di rumah menggunakan kuali. Tapi tentu dengan rasa yang pasti berbeda jika dimasak di dalam bambu. Kandungan gizinya tetap sama kok. Cung kediro kaya dengan vitamin C dan antioksidan. Sementara ikan gabus kaya protein jenis albumin yang baik untuk pemulihan pasca sakit/operasi, menambah berat tubuh, dan meningkatkan kecerdasan balita/anak. Kandungan lain ikan yang bernama latin Ophiocephalus striatus ini adalah karbohidrat dan lemak.
 
Waduh, berbicara masakan tradisional unik dan sedap sekaligus bergizi, tolong jangan lupakan tanah Rejang di Bengkulu, tempat saya tinggal. Anda patut membuktikannya jika merancang trip wisata kuliner dan hubungi saya jika butuh guide :-)

Senin, Oktober 08, 2012

Lemeah "Masakan Bau” nan Gurih di Lidah, asli Tanah Rejang



Baru saja hujan di Jakarta. Cuaca yang biasa panas ke ubun-ubun menjadi lumayan segar. Dingin-dingin begini, semua pasti setuju, bawaan perut jadi lapar. Jadilah saya membayangkan makanan apa yang enak disantap. Entah kenapa, tiba-tiba saya ingat lemeah, masakan tradisional kampung saya nun jauh di sana, Curup, Provinsi Bengkulu. Santapan yang konon dicap “masakan bau” karena memang memiliki aroma khas yang bagi sebagian orang dianggap bau. Tapi percayalah, begitu engkau menyantapnya, anggapan itu akan hilang dalam sekejap. Secepat menghabiskankan lemeah dengan nasi panas mengepul. Ehm, yummy… 
 
Sekarang ini, saat menulis, saya membayangkan pedas dan nikmatnya di lidah gulai lemeah kan dawen tales (gulai lemah ikan daun talas) andalan keluarga saya. Pemilik masakan tradisional ini adalah masyarakat Rejang di Curup (Kabupaten Rejang Lebong), etnis terbesar yang mendiami Bengkulu. Beberapa kabupaten lain pun ditinggali etnis tersebut, di antaranya Lebong, Kepahiang, dan Bengkulu Utara. Dan lemeah tentunya sudah mendarah daging bagi orang Rejang yang terkenal sebagai petani ulet di antara pegunungan Bukit Barisan ini. 

Apa itu lemeah, kok namanya terdengar aneh? Bagaimana rasanya? Bagaimana membuatnya? Seberapa unik?
Lemeah adalah makanan yang terbuat dari bambu muda, yakni bambu yang baru saja muncul dari tanah dan masih menguncup kurang dari semeter. Kalau pernah mendengar rebung, nah itu lah dia! Namun ada yang tidak biasa dari proses pembuatan lemeah. Saya akan cerita bagaimana ibu saya biasa mengolah rebung menjadi lemeah yang sedap itu. Pertama, rebung yang baru diambil di kebun dikupas untuk membuang bagian yang keras. Harus hati-hati, karena banyak terdapat miang alias bulu-bulu halus dan gatal di permukaannya. Selanjutnya rebung ini dicuci bersih, lalu dipotong beberapa bagian. Potongan ini diiris tipis-tipis (seperti rolade), kemudian dicincang. Bentuknya nanti menjadi serpihan atau potongan kotak-kotak kecil. Katakanlah mirip daging cincang, namun lebih kasar. Tahap selanjutnya, rebung tadi dimasukkan di dalam baskom dan masukkan air. Terakhir, campurkan rebung cincang ini dengan potongan ikan mentah yang sudah dibersihkan. Biasanya ikan air tawar yang tak asing di sana, misalnya ikan mujair, ikan putih, ikan mas, atau ikan gabus. Tidak perlu banyak, cukup beberapa potong. Sekarang tutuplah baskom dengan rapat. Selesai! Tunggulah dua sampai tiga hari sampai lemeah berubah bau menjadi asam karena fermentasi. Taraaa, lemeah pun sudah jadi dan siap diolah sebagai masakan khas masyarakat Rejang.
Rebung muda yang telah dibersihkan sebagai bahan utama lemeah
Setiap rumah di Curup pasti hapal cara membuatnya atau temuilah di pasar-pasar tradisional. Pedagang lemeah setia menjajakan di tiap sudut. Jangan khawatir ikan seperti berbau aneh atau ada yang mengatakannya "busuk", karena hal itu disebabkan proses pengawetan alami.
Lemeah hasil fermentasi rebung muda yang siap diolah menjadi masakan nikmat
Lemeah wajib dimasak menjadi beragam masakan dengan bumbu dasar sambal.  Variasinya bisa bermacam-macam. Paling sederhana dibuat sambal lemeah. Caranya, tumis bawang merah dan putih halus beserta sambal. Begitu harum masukkan lemeah dan sedikit air. Beri garam dan gula pasir secukupnya. Rasanya? Jangan tanya. Campuran asam, pedas, dan segar menggugah selera. Selain itu lemeah akan lebih gurih dicampur udang atau ikan. Kali ini saya akan memberikan resep andalan keluarga kami, lemeah kan dawen tales.

Resep Lemeah Kan Dawen Tales
Bahan:
Lemeah, semangkuk kecil (kira-kira ¼ kg).
10 buah cabe merah.
5 siung bawang merah.
3 siung bawang putih.
Sedikit kunyit.
3 batang talas muda (ambil bagian dalam dan daun yang masih kuncup), potong-potong.
Setengah butir kelapa, ambil santannya.
½ kg ikan mas.
Minyak goreng secukupnya untuk menumis.

Cara Membuat:
1.      Haluskan bumbu yang terdiri dari cabe, bawang merah, bawang putih, dan kunyit.
2.  Tumis bumbu dalam minyak panas dengan api kecil sampai harum. Masukkan ikan mas yang telah dipotong, lalu talas. Aduk sampai bumbu merata sehingga ikan dan talas terlihat layu.
3.     Masukkan santan. Aduk pelan santan sampai mendidih, untuk menghindari kuah pecah. Jangan terlalu kuat, supaya daun alas tidak hancur.
4.  Terakhir masukkan garam dan sedikit gula. Tanda masakan matang adalah ikan tidak lagi amis. Daun dan batang talas menjadi lembut. 

Lemeah kan dawen tales ini cocok dimakan dengan nasi mengepul panas bersama keluarga. Satu lagi, temannya adalah lalap jering (jengkol muda). Waduh, surga dunia pokoknya, hehehe... Apalagi jika dimakan di dangau, pondok kecil di tengah sawah begitu habis bekerja. Rebung terasa segar dengan sensasi asam pedas bercampur kuah yang gurih karena dipadu santan. Ketika kita mencubit daging ikan, wangi khasnya akan begitu menggoda dan manisnya bakal menggoyang lidah. Yang paling saya suka adalah tekstur pucuk daun talas yang superrrr lembut, maknyuss… Daun talas ini hampir menyerupai tepung saking lembutnya, namun sedikit liat. Agak berbeda dengan batang talas yang juga lembut, tapi meninggalkan kesan kesat karena berserat. Namun perlu diperhatikan saat memasaknya. Talas harus benar-benar matang, karena jika tidak akan terasa gatal.
Nikmatnya lemah kan mas dawen tales yang disantap dengan lalap jengkol muda
Melanglangbuana ke Luar Negeri karena Khasiatnya
Begitu terkenalnya Bengkulu dengan rebung, tidak heran beberapa tahun lalu mulai dibudidayakan. Biasanya rebung diambil dari bambu liar di kebun yang tidak ditanam dengan sengaja. Olahan berupa rebung kalengan rutin diekspor ke Jepang dan beberapa negara Eropa. Pabriknya terdapat di Kabupaten Lebong, kabupaten pemekaran dari Rejang Lebong. 

Rebung mengandung antioksidan jenis fitosterol, penangkal radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. Di Cina, kabarnya dipercaya menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah. Selain itu rebung juga memunyai kadar serat tinggi. Serat bisa melancarkan pencernaan sekaligus mengurangi resiko kanker. Tidak kalah penting kandungan rebung adalah protein yang tinggi, karbohidrat, dan asam amino. Hebatnya, rebung termasuk makanan yang rendah lemak dan gula. Lain lagi dengan talas, tanaman ini mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, lemak, dan vitamin, serta sejumlah mineral penting. Khusus pada daun talas, kandungan proteinnya lebih tinggi dari umbi (sekitar 4-7 persen). Sementara untuk ikan, sepertinya saya tidak perlu menjelaskan, karena semua percaya si jago renang ini bergizi tinggi. 

Lemeah dan Tradisi Masyarakat Rejang
Ehm, sulit bagi saya menjelaskan sejarah masakan lemeah ini yang sahih. Hampir dikatakan tidak terdeteksi karena sejarah masyarakat Rejang sebagai penduduk terbesar Provinsi Bengkulu yang termasuk kelompok Proto Melayu masih diteliti hingga sekarang. Karena pada kenyataannya, meski memunyai aksara kuno Kaganga, asal-usul Suku Rejang (secara pasti) sulit dilacak. 

Hanya saja, sepanjang masyarakat Rejang percayai turun-temurun, lemeah begitu populer dan membudaya sebagai pelengkap lauk-pauk sehari-hari. Semua generasi tahu karena tak pernah tergerus zaman hingga sekarang. Bahkan, penduduk di luar masyarakat Rejang yang menempati daerah tersebut semisal Minang, Jawa, Sunda, Melayu, Batak, dan lainnya pun banyak yang menyukai.

Kalau menelusuri sejarah, masyarakat Rejang adalah suku agraris yang hidup di daerah tropis. Di mana bambu tumbuh berlimpah dan ikan pun mudah didapatkan di sungai-sungai, danau, atau rawa-rawa. Mereka akrab dengan rebung, yang juga seringkali disantap oleh beruang atau babi hutan. Sekarang, di zaman modern dan lintas batas, putra-putri Rejang telah menyebar ke berbagai belahan Indonesia dan dunia. Tiap belek sadei alias balik dusun, lemeah tetap menjadi masakan favorit yang bikin kangen. Ya pedasnya, ya wangi khasnya, ya asamnya, dan ya cita rasa unik rebungnya yang tak bisa ditemukan di tempat lain. 

Tidak heran, di Bandara Fatmawati Soekarno, saya seringkali melihat orang yang membawa jerigen yang ditutup rapat ketika habis mudik. Isinya apalagi kalau bukan lemeah mentah. Penasaran mencobanya? Ayo, bertandang ke negeri kami di Provinsi Bengkulu. Biar keluarga saya menjamu Anda sepuasnya.