Jumat, Agustus 31, 2018

Nawacita dan Perjuangan Merebut JICT, Pelabuhan Tanjung Priok dari Cengkeraman Asing


Kita, rakyat ketika Presiden Jokowi menjadi presiden di tahun 2014 disodorkan oleh sembilan point yang akan menjadi tujuan pembangunan lima tahun beliau, "repelita" kalo Orde Baru menyebutkan. Nawacita, yang berasal dari Bahasa Sansekerta berarti Sembilan Cita, yakni: 

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Melalui pelaksanaan politik luar negeri bebas-aktif.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. 
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui program Indonesia Pintar dengan wajib belajar 12 tahun bebas pungutan. Dan program Indonesia Sehat untuk peningkatan layanan kesehatan masyarakat. Serta Indonesia Kerja dan Indonesia Sejahtera dengan mendorong program kepemilikan tanah seluas sembilan juta hektar.
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi dan domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalu penataan kembali kurikulum pendidikan nasional.
9. Memperteguh Keb-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui penguatan kebhinekaan dan menciptakan ruang dialog antar warga. 

Sudahkah tercapai menjelang beliau menyelesaikan amanah lima tahunnya? Sudah banyak yang membicarakan keberhasilan sekaligus kekurangan melalui berbagai kritik yang disampaikan pakar, politisi, bahkan rakyat lewat obrolan warung kopi atau seliweran diskusi bahkan "cyber war" di dunia maya. Apalagi jelang Pilpres 2019 yang tensinya makin memanas. 

Spesifik, membahas di Nawacita ke-7 "Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi dan domestik" cukup menarik. Lebih spesifik menarik permasalahan dari jantung ekonomi Indonesia di ibu kota. Jakarta. Ada Pelabuhan Tanjung Priok atau biasa dikenal dengan Jakarta International Container Terminal (JICT) yang berada di naungan Pelindo II, salah satu BUMN Indonesia. Tak banyak yang mengetahui, JICT menyimpan api dalam sekam. Ketika publik perhatiannya tersita pada kekayaan tambang Papua dikeruk habis Amerika melalui dominasi perundangan yang leluasa diberikan ke Amerika lewat Freeport, JICT jauh dari hingar bingar keprihatinan masyarakat. Papua memang ladang uang, bahkan disebut-sebut gunung emas (padahal enggak alias terlalu berlebihan, karena sejauh ini lebih banyak menghasilkan tembaga). Wajar, ketika rakyat berharap pengelolaan Freeport kembali ke Indonesia dan syukur-syukur nendang Amerika dari bumi Papua. Tapi, gak semudah itu juga. Ada persoalan teknologi, SDM lokal, modal, dan tentu "kepentingan" juga. Wajar, ketika divestasi saham 51 persen ke Indonesia dari Freeport diapresiasi baik oleh banyak kalangan. Meski sebenarnya alih saham 51 persen ke PT Inalum ini masih menjadi pertanyaan, karena masih menjadi langkah awal lewat MoU yang diteken Juli lalu dan akan diselesaikan akhir tahun ini. Selain pro-kontra yang menyebutkan dana beli saham Inalum sejatinya berasal dari "asing" juga, yaitu pembiayaan beberapa bank. 

Balik ke JICT, Pelabuhan Tanjung Priok ini awalnya dikelola oleh PT Pelindo II. Sampai krisis ekonomi melanda Indonesia di tahun 1998, Pelindo II memberikan hak pengelolaan JICT ke Hutchison Port Holdings (HPH) yang dimiliki taipan Hongkong, Li Kha Sing. Kontrak kerjasama ini akan berlangsung 20 tahun (2019 berakhir). Namun, lewat beberapa "permufakatan jahat" seperti yang ditulis di Buku Menguak Konspirasi Global di Teluk Jakarta, Pelindo II memberikan perpanjangan sampai 2039. Dua puluh tahun lagi, pelabuhan berprestasi dan terbesar di Indonesia itu kembali akan dikuasai HPH, yang juga memiliki saham 51 persen. Padahal, BUMN saat ini bisa mengelolanya sendiri seiring dengan berbagai pertimbangan yang ada. Cengkeraman HPH menguasai JICT ini tentu, kurang relevan dengan semangat kemandirian ekonomi yang digaung-gaungkan Pemerintah. 

Apalagi, dugaan kuat perpanjangan kontrak yang dilakukan RJ Lino, Dirut Pelindo II saat perjanjian menyalahi prosedur, karena tidak meminta izin dari Kemenhub dan Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok. Bahkan nilai jual perpanjangan JICT pada 2015 cuma 215 juta USD, lebih kecil dari 20 tahun lalu sebesar 231 juta USD. Tidak hanya itu, pengelolaan JICT juga terindikasi menyimpan bahan pelanggaran hukum yang merugikan negara trilyunan. 


5 Oktober 2015, DPR atas desakan Serikat Pekerja JICT (SPJICT) yang melakukan juga pendekatan ke berbagai tokoh penting akhirnya membentuk Pansus Pelindo II yang diketuai Rieke Diah Pitaloka. Ini menjadi titik awal, ditemukan indikasi pelanggaran tersebut. Bahkan, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)mempublish temuan yang mengagetkan, beberapa proseduran yang merugikan keuangan negara ketika Pelindo II dibawahi RJ Lini tersebut. 

BPK merilis laporan No 10/LHP/ XXV-AUI/06/20, yang menyebutkan telah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang saling berkaitan dalam proses perpanjangan kontrak JICT antara Pelindo II dgn HPH. Indikasi kerugian negara USD 306 juta/Rp 4.081.122.000.000 (kurs Rp 13.337/USD). Semakin membengkak ketika BPK menyelesaikan pemeriksaan investigasi Kerja Sama Operasional (KSO) Terminal Peti Kemas (TPK) Koja & Pembiayaan Pembangunan Terminal Kalibaru Tahap I. Hasil investigasi itu dilaporkan dalam Rapat Konsultasi Pimpinan DPR di Senayan pada 31 Januari 2018. Kesimpulan BPK, ada berbagai penyimpangan identik terkait dengan proses perpanjangan perjanjian kerja sama yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara karena kedua proses perpanjangan tersebut dilakukan secara bersamaan, baik inisiasi, evaluasi, maupun keputusannya.

Investigasi Pembiayaan Pembangunan Terminal Kalibaru oleh BPK juga dinilai terdapat penyimpangan yang berakibat pinjaman melebihi kebutuhan. Tercatat 574,78 juta USD dana menganggur dalm bentuk deposito & instrumen lain dengan tingkat pendapatan bunga lebih rendah dari beban bunga Global Bond. Penyimpangan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian negara pada PT Pelindo II sebesar USD 54,75 ekuivalen Rp 741,75 miliar.

Kerja Pansus Pelindo II yang juga dibantu audit BPK terhadap JICT selama ini memberikan rekomendasi agar penandatangan kontrak perpanjangan kerjasama ke HPH itu dibatalkan, demi marwah negara agar Indonesia bisa menjaga kedaulatan ekonominya. Pasalnya, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan aset penting lalu lintas keluar masuk barang jasa yang strategis di Laut Cina Selatan, seperti yang pernah dikatakan dosen Unhan, Aries Arief Mundayat saat bedah Buku Menguak Konspirasi Global di Teluk Jakarta, di Jogjakarta pertengahan Agustus lalu. 

"Era Jokowi sudah membangun pelabuhan hingga ke Indonesia Timur. Ini adalah potensi yg luar biasa di masa yang akan datang. Pengelolaan dan kepemilikannya harus tepat," ujarnya. Angka ideal kepemilikan saham harusnya untuk Indonesia 52 persen, sisanya 49 baru bisa oleh asing. Jangan dibalik, karena kedaulatan negara bisa menurun dan otoritas negara bisa berkurang.

Beberapa rekomendasi Pansus Pelindo II yang hingga kini masih terus diperjuangkan oleh SPJICT untuk direalisasikan adalah:


Tidak hanya soal perpanjangan kontrak yang inprosedural dan merugikan negara, yang dinilai oleh banyak pihak dilakukan oleh RJ Lino secara terburu-buru kepada perusahaan Hongkong tersebut, terdapat juga indikasi perusahaan fiktif yang terlibat dalam kontrak JICT dengan Seaports Management BV (30 Maret 1999, usai HPH kuasai Pelabuhan Tanjung Priok).

RJ Lino, Ex. Dirut Pelindo II
Kesepakatannya, Seaports memberikan acces to technical knowhow and services/ akses atas keterampilan & jasa teknis selama 20 kepada JICT. Diduga hal ini tidak dilakukan, karena fungsi ini dilakukan oleh HPH. Padahal, konsekuensi MoU, JICT berkewajiban membayar Seaports 14,08% dari hasil laba bersih bulanan dipotong pajak.

Tim pemeriksa Dirjen Pajak berdasarkan informasi Transfer Pricing Document menyimpulkan jika fungsi research and development (R&D) teknologi dilakukan oleh Hutchison Port Holdings, bukan Seaports. Inilah yang menguatkan, jika kemungkinan Seaport adalah perusahaan fiktif yang digunakan HPH untuk menambah pemasukannya dari JICT. Rumit bukan? Apalagi Seaport sendiri bukan perusahaan yang berhubungan dengan industri kepelabuhanan/pengelolaan peti kemas. Bahkan, awal pendiriannya bergerak di bidang peternakan hewan, kemudian berubah ke jasa keuangan. MoU JICT-Seaports pun tak dicatatkan/dilaporkan kepada Dirjen HAKI.

Persoalan hukum di balik perpanjangan JICT ke HPH ini masih terus berlanjut untuk diselesaikan. Tujuannya konkrit, perjuangan yang diinisiasi SPJICT meminta agar Negara membatalkan perpanjangan 20 tahun ke2, hingga 2039 karena cacat hukum. Dan sangat di luar jangkauan nalar, ketika Indonesia KEMBALI memberikan kewenangan pengelolaan kepada perusahaan Hongkong ini, di saat kontrak kerjasama pertama saja sudah banyak melakukan indikasi kecurangan yang merugikan negara.

Pasang Behel dan Pertanyaan Benarkah Jelek Itu Menyakitkan?

Usia saya sudah di atas kepala tiga. Berapa buntutnya? Haha... gak usah diperjelas. Cukup buat gambaran sudah punya anak satu yang duduk di bangku kelas satu SD.

Di usia segini, baru kesampaian melakukan keputusan maha penting yang akan mengubah hidup saya, penampilan saya. ~Halah

Minggu, 25 Agustus lalu saya pasang behel. Pagar gigi yang berupa biji-biji brackets ditempel ke gigi dan dihubungkan dengan seutas kawat titanium. Haha.... Sebenarnya udah kepikiran beberapa tahun lalu gimana kalo dipasang behel ini gigi, biar bisa pede kayak orang-orang senyum lebar ala ala bintang iklan odol. Udah sering baca-baca how to-nya dan referensi dokter spesialis orthodental yang oke. Cuma belum berani untuk merealisasikannya, karena banyak hal.

~ Ribet
~ Lama makenya, kayaknya gak bakal tahan dan telaten. Apalagi tipikal orang kayak saya yang males-malesan dan kadang suka teledor
~ Malu
~ Mahal... Ini sih yang paling ngeri, hahaha. Karena biaya pemasangan behel cukup mahal. Dan itu kudu visit untuk kontrol secara teratur hingga beberapa tahun ke depan, tergantung berapa lama terapi pemasangan gigi dikawatin.

Sampai pada suatu momen, Kekey, putri kecil saya yang bawel gigi depannya otek-otek. Lama banget copotnya dan ngeluh sakit. Agak heran, karena sebelumnya udah dua kali ompong lepas dengan mudah. Tumbuhnya pun cepat. Gak pake drama minta dibantu otekin, nangis atau apalah. Pulang-pulang udah bawa bungkusan tisu isi gigi, haha... Pernah juga pas nganter ke sekolah copot begitu sampai dan kumur-kumur, selesai.

Papa alay jaman now itu, behelan!

Singkat cerita, pergi ke dokter gigi sekalian nganterin sepupu bini yang kontrol behelnya. Dokter gigi, usai diperiksa, malah dokternya menolak nyabut gigi Kekey. Kaget. Kata si Budok, gigi  atpenggantinya masih jauh didalam dan belum turun banget. Nggak usah dipaksakan, karena nanti dia akan mendorong gigi sendiri gigi susu tanpa diperintah. Lantas gigi anak-anak pun akan otek serta copot sendiri. Jika dipaksa copot, maka ompongnya akan lama dan hasilnya nanti, gigi yang tumbuh akan jelek. Oh... baru tahu. Salut juga sama dokter ini, nolak rejeki nyabut gigi. Jadilah Kekey batal copot gigi depan atasnya.

Ngobrol-ngobrol, lalu nanya soal gigi saya sendiri yang jelek. Gak berlapis atau awur-awuran kayak sarden di kaleng juga sih. Cuma dua gigi depan atas gede banget, satunya mencelat nongol. Sementara secara keseluruhan tonggos alias boneng. Hahaha... Iya jelek, kalo ketawa atau foto susah nyari sudut yang pas untuk menyamarkan si bentuk gigi yang menyakitkan ini. Sama dokternya diliat dan ngobrollah kemungkinan buat pasang behel, berapa lamanya... Kata dokter sih melihat secara umum, gak bakal lama karena giginya sudah rapi melengkung. Jadi gak bakal makan waktu kayak Halimah, sepupu bini yang udah pake behel sejak 2015 hingga sekarang. Kebayang, kan? Udah mau SD itu gigi kalo disekolahin.

Pulang-pulang, nanya ke Manda, boleh gak pasang behel. Jawabnya boleh aja, biar kamu cakepan dan pedean. "Tapi ribet lho, asal siap aja sama perawatannya."

Dan akhirnya fix, pasang behel. Apalagi sekarang kan full remote ngantornya. Jadi jarang ke luar. Begitulah, hingga udah hampir seminggu jadi cowok behelan daku. Bagaimana pengalamannya? Masih belum kerasa banget perjuangannya yang orang bilang ngilu, susah makan, bla bla bla...

Secara umum, karena tahap awal masih dipasangin behel untuk mengembalikan posisi gigi depan yang nongol sendiri dari barisan tadi. Jadi baru pasang bracket di gigi atas. Setelah ini selesai dokter akan melihat plan selanjutnya treatment yang tepat untuk membuatnya menjadi lebih rapi dan tidak lagi tonggos. Rekayasa-nya tetap dengan melepas dua gigi di belakang gigi taring, sehinggga nanti akan tersedia ruang bagi gigi untuk berbaris rapi. Gusi dan rahang yang kecil menjadi penyebab mengapa gigi maju ke depan kalo kata dokternya. Mereka akhirnya berdesakan dan cenderung condong ke depan karena sesak. Pencabutan gigi ini lazim buat orang yang pasang behel. Gigi bawah pun nanti kemungkinan begitu, agar simetris dengan yang di atas. Kemudian, empat gigi paling depan yang atas ini akan diikat oleh dokter dengan satu ikatan agar stabil dan "ngumpul". Belum kebayang gimana bentuknya.

Gimana, udah hampir sama gantengnya sama Abang sepupunya Kekey?

Lantas, gimana rasa dibehel? Ehm... Gak enak. Awalnya hari pertama biasa aja, cuma berasa mulut keganjel brackets. Hari kedua, baru gigi berasa ngilu. Khususnya gigi depan yang nongol tadi, karena efek ditarik ke bekalangnya udah berasa. Makan jadi kurang nikmat, karena kudu hati-hati. Lantas, sempat juga ujung kawat di sebelah kiri nusuk ke dinding mulut. Itu doang sih. Sekarang kalo makan ngunyahnya gak sampe halus, langsung glek. Sedih, takut juga badan kurus jadi makin kurus, hahaha... Makan yang harusnya menjadi proses menyenangkan, karena dinikmati level nikmatnya jadi berkurang.

Selebihnya, repot soal kebersihan. Abis makan maunya gosok gigi aja. Minimal kumur-kumur. Tapi ada baiknya, karena jadi aware sama kebersihan gigi.

Belum tau lagi nih, kontrol seharusnya Rabu lalu. Cuma karena janjian ama dokternya belum kesampaian, jadi ditunda hari Minggu besok.

Dan balik soal kepercayaan diri tadi. Sekarang kalo foto mingkem malah tambah hancur, foto senyum ya lumayan lah. Tonggosnya tersamarkan. Kemarin sesi foto-foto di Gelora Bung Karno saat ngeliat Asian Games. Penasaran hasil awal saat ane berbehel ria? ~siape lo, Tong!

Itu fotonya, yang di atas buat yang kepo.

Sabtu, Agustus 25, 2018

Kedaulatan Maritim Atas Pengelolaan JICT Pelabuhan Tanjung Priok dan Belenggu Perpanjangan Kontrak ke Asing Hingga 2039

Bicara kekayaan alam Indonesia yang dikuasai asing atau negara lain, rasanya sama seperti makan nasi pake lauk sayur asem bagi masyarakat Indonesia. Terlalu sering. Beberapa waktu lalu, selalu jadi headline media dan isu politik panas di media sosial, yaitu divestasi saham Freeport 51 persen ke Indonesia. Meski belum sah, titik awal akan kembalinya dikuasai emas hitam di Papua tersebut ke tangan Indonesia patut diapresiasi.

Sesuai Nawacita Presiden Jokowi, kemandirian bangsa menjadi pilar yang penting untuk menuju Indonesia berdikari. Termasuk kemandirian pengelolaan aset maritim nasional, di mana pembangunan tol laut dan lalu lintas antar pulau menjadi prioritas. 

Dengan semangat Nawacita ini, kasus Pelindo II yang memperpanjang kontrak pengelolaan JICT (Jakarta International Container Terminal) atau Pelabuhan Tanjung Priok ke perusahaan swasta asing, Hutchison Port Holdings (HPH) adalah satu dari kasus besar penegakan hukum yang menyeret beberapa pihak, terutama mantan Direktur Pelindo II RJ Lino. Bermula dari aspirasi Serikat Pekerja JICT (SPJICT) yang melakukan audiensi masif ke tokoh-tokoh nasional dan DPR RI, sehingga terbentuklah Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II yang menemukan banyak indikasi kecurangan pengelolaan JICT dan inprosedural penunjukan kembali HPH untuk menguasai Pelabuhan Tanjung Priok sampai tahun 2039. Keputusan yang sangat disayangkan, karena Indonesia masih sangat bisa mengelola sendiri JICT dan tidak perlu memperpanjang kerjasama privatisasi aset nasional tersebut ke perusahaan taipan Hongkong tersebut. Patut diketahui, 2019 mendatang adalah kesepakatan berakhirnya pengelolaan JICT di tangan HPH. 

Berawal di Jogjakarta, upaya menyadarkan publik dan tentunya akademisi di kampus-kampus dilakukan untuk memberikan gambaran apa yang terjadi di Teluk Jakarta tersebut. Buku "Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta" karya duet MD Aminuddin dan Ahmad Khairul Fata mencoba merangkumnya secara detail dan komprehensif. Apa yang terjadi, mengapa HPH bisa kembali menguasai aset nasional Indonesia yang seharusnya dikelola anak bangsa dan berbagai persoalan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan manajemen JICT. Penanda roadshow ke beberapa kota Indonesia tersebut berlangsung melalui bedah buku di Sanggar Maos Tradisi (SMT), Ngemplak, Donoharjo, Sleman, Jogjakarta. Diikuti para mahasiswa, LSM dan akademisi, bedah buku yang mengurai sengkarut hukum pengelolaan salah satu pelabuhan terbesar Indonesia itu dihadiri oleh Ahmad Khairul Fata sang penulis, Sosiolog UGM Arie Sujito dan dosen Universitas Pertahanan (dulu Lembahanas) Aris Arief Mundayat dan Nova Sofyan Hakim (Ketua Federasi SPJICT). 




"Kami tidak anti investasi asing, tapi kami ingin pelabuhan dikelola oleh Indonesia sendiri," ujar Nova membuka bedah buku di depan para audiens yang hadir. Salah satu langkah tersebut, menurutnya antara lain road show yang sedang mereka lakukan. Sementara Khairul Fata, menyebutkan ketertarikannya menulis buku karena didasari perpanjangan kontrak aset nasional ini oleh HPH merupakan isu global. Bahkan, dia dan rekannya MD Aminuddin mendapatkan satu dus bahan untuk dipelajari. Selain tentunya mewawancarai pihak-pihak berkompeten mulai dari politisi yang terlibat di Pansus Pelindo II, akademisi, praktisi ekonomi dan pihak-pihak lain. Titik awal HPH mengelola Pelabuhan Tanjung Priok dimulai saat Indonesia mengalami krisis moneter, 1999. Grafis ini menunjukkan sejarah dan persoalan yang ada. 





Bagi Arie Sujito dari UGM, pelabuhan merupakan bargaining position sebuah negara. Sangat mencurigakan dan disayangkan, JICT yang mengelola Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan BUMN dengan sarat prestasi, menyerap tenaga kerja dan saham besar bisa dikuasai asing. Bahkan, ketika sudah bisa dikelola bangsa sendiri, masih "diberikan" kepada Hongkong untuk diprivatisasi. Oleh karenanya, power mapping dalam struktur kekuasaan politik BUMN harus diperjelas. Reformasi pejabat BUMN menjadi suatu keharusan sebagai pilar kekuatan Indonesia. Jangan sampai, Indonesia menjadi kehilangan kendali atas ekonomi dan politik. Diskusi dan penyampaian informasi-informasi penting semacam ini perlu diberikan kepada publik dan jadi perbincangan luas di media sosial.

"Serikat Pekerja JICT harus bertemu Pak Jokowi untuk membehas kasus JICT. Niat presiden membangun kedaulatan maritim harus diapresiasi positif. Tapi BUMN harus diperbaiki dulu," tegasnya. 

Senada dengan Arie Sujito, Arief Mundayat berpikir hal yang sama. Faktor ekonomi menurut dosen Unhan ini berperan penting untuk memperkuat pertahanan suatu negara. Apalagi, terkait JICT, posisi Laut Cina Selatan bagi Indonesia sangat penting dan strategis, karena arus lalu lintas perdagangan yang padat. 

Pengelolaan Pelabuhan Tanjung Priok idealnya 52 persen dikuasai Indonesia, sisanya 48 persen baru asing. Komparasi ini jangan dibalik! Jika terjadi kebalikannya, kedaulatan negara menurun dan otoritas negara bisa berkurang. Apalagi, dengan dibangunnya pelabuhan hingga ke Indonesia Timur, hal ini akan menjadi potensi yang luar biasa besar di masa mendatang. 

"Pengelolaan dan kepemilikannya harus tepat," ujar Arief tegas. Ditambahkan olehnya, BUMN kita harus dijaga dari generasi precasius, mereka yang sangat tergantung dari pihak luar. Ini agar bangsa dan perusaan negara lebih produktif dan kuat. Soalnya, serikat pekerja akan rentan tekanan dan intimidasi dari perusahaan.  Jangan sampai, generasi yang bergantung kepada luar semakin membebani dan mempengaruhi pola pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks kedaulatan maritim, sepatutnya Pemerintah melalui BUMN membangun unit-unit pasar yang kuat. 

Dengan demikian, pengusutan perpanjangan Kontrak JICT ke HPH yang diduga inprosedural dan mengangkangi kedaulatan serta kepentingan bangsa ditinjau ulang. Pelanggaran-pelanggaran hukum di manajemen Pelindo II yang mengelola JICT bersama HPH harus diusut tuntas sesuai rekomendasi Pansus Pelindo II dan temuan BPK yang menguatkan adanya indikasi permufakatan jahat. 

Jumat, Agustus 03, 2018

Surga Pecinta Gundam di Gunpla Expo Indonesia 2018 di Mal of Indonesia

Para pecinta gundam, mereka yang hobi merakit gundam kini menemukan surganya di Mal of Indonesia. Di mal beken Jakarta Utara itu, banyak sekali  gundam yang dipamerkan membuat ngiler pecinta robot karakter dari Jepang tersebut. Setidaknya ada seribu lebih gundam yang memenuhi lobby MoI yang telah disekat. Pengunjung bisa melihat kerumitan dan detail gundam yang dipamerkan di showcase-showcase tersedia.

Bisa dibeli? Tentu dong, karena Koh Cai, owner Multi Toys Indonesia, penyelenggara Gunpla Expo tahunan itu untuk kali ini menyediakan gundam untuk dibawa pulang oleh mereka yang tertarik. "Paling spesial, kami menyediakan 20 jenis karakter yang belum pernah ada di Indonesia. Limited edition," ujar lelaki tersebut saat Launching Gunpla Expo.





Tidak tanggung-tanggung, Gunpla Expo 2018 juga mendatangkan produsen Gundam dari Jepang pada perhelatan bergengsi ini. Yakni Tomizawa Tetsuo, dari Bandai Namco Singapur. Tomizawa adalah Deputy General Manager Hobby Product Department Bandai. Selain itu, turut memeriahkan adalah artis yang dikenal sebagai lawan main Sherina di Petualangan Sherina, Derby Romero. Tidak sendiri, Derby ditemani papah muda Marcelino Lefrand yang ternyata pecinta gundam dan anime juga. Jauh sebelum dia berkarir di Jakarta, Marcelino yang kampung halamannya di Manado ini mengaku sampai saat ini koleksinya masih ada di Manado.



"Beberapa masih ada, karena itu kenangan. Disimpan oleh mama saya yang masih tinggal di Manado. Kalo yang di Jakarta, ada yang dimainkan anak-anak dan ada yang memang kolesi saya," ujarnya. 

Lain lagi dengan Derby, lelaki yang baru saja menikah ini mengaku hobinya didukung penuh sang istri. Karena itu, jika ingin membeli gundam, pasti dia diizinkan oleh sang istri. Enak banget, haha...

"Karena tipikal kita hampir sama. Istri saya juga punya koleksi, tapi diaroma gitu. Jadi kalo di rumah, saya sibuk merakit gundam, dia sibuk juga di mejanya sendiri." Dia pun memiliki lemari sendiri untuk memajang koleksi gundam kesayangannya. 



Di Gunpla Expo 2018, yang paling bikin eye catching adalah tampilan gundam raksasa yang dipajang di beberapa sudut. Instagramable buat kamu yang menyukai foto-foto. Gunpla Expo untuk tahun ini akan berakhir 5 Agustus 2018 mendatang dan dimulai sejak 20 Juli 2018. 

Beberapa acara juga ikut mendukung Gunpa Explo 2018 adalah kunjungan para siswa SD, lomba merakit gundam dan sebagainya. 

Selama ini, ujar Koh Cai, gundam lebih identik dengan mainan yang menjadi hobby orang-orang dewasa. Padahal menurutnya gundam lebih umum dan bisa menjadi mainan anak-anak. 

"Merakit gundam itu melatih otak lho. Karena melatih motorik halus anak yang belum terbiasa dengan gerakan-gerakan rumit. Merangsang ketelitian, konsentrasi dan tentunya menyenangkan. Jadi, orangtua tidak perlu khawatir jika anak memiliki hobi merakit gundam," ujar Koh Cai. 

Kamis, Juli 05, 2018

Mengajak Anak-anak Kita Menjadi Teman yang Baik Lewat Film Koki-Koki Cilik

Liburrr, yeay!

Hari ini akan ngajak Kekey nonton film Koki-koki Cilik yang akan tayang perdana 5 Juli 2018. Iklannya sih sudah seliweran di teve beberapa minggu terakhir, bikin Kekey mupeng. Dan makin mupeng disertai drama ngambek, saat Papa posting di instagram nonton perdananya beberapa hari lalu. 

"Nggak baik, deh. Nggak bilang aku kalo mau nonton. Aku kan paling sukaaa, udah liat di teve. Lucu tau, Pa, film-nya." 

"Itu kan film anak-anak. Aku udah tau lagunya, aku udah tau film-nya lucu."

"Papa kan tau aku suka masak-masak?"



Maaf, ya Key. Okay, kita pasti nonton setelah tayang perdana... Janji, iya. Janji.

Kayaknya seru juga nonton bareng film ini bareng artis-artisnya. Meluncur ke IG-nya, nemu jadwal hari ini sekalian nyari yang paling dekat dengan Depok. Nobar bareng Artis Film Koki-koki Cilik Di Depok XXI adanya bareng Cloe Gribble dan Clay Gribble. Kalo di Kalibata City, bakal ada Meet and Greet bareng Parras Fatik dan Patrick Milligan. 

Udah janji ngajak Kekey, karena memang film yang diproduksi MNC Picture ini membawa tema yang nggak berat-berat amat. Paling dekat dengan dunia anak-anak, masak-masak. Dan Kekey paling suka kalo soal koki-kokian ini, selain menggambar. Hobi banget,sampe keseringan maksa Papa ikut jadi tamu restoran dan dia jadi pelayan sekaligus koki restoran tiap kali berantakin main masak-masak di rumah. *ngemil ayam plastik dan potongan lego :((

Ngeliat cuplikan salah satu adegan "gak apa-apa gak bisa masak, yang penting bisa makaaan..." sukses bikin Kekey cekikikan. Saya dan istri juga ikut ngakak tiap kali ada adegan itu. Benar sih, hahaha...

Garapan Ifa Isfansyah di Film Koki-koki Cilik ini istimewa bagi saya, karena acara masak-masak ala anak-anak bukan di studio, restoran atau rumah. Tapi di gunung. Ceritanya tentang anak kampung Si Bima yang hobi masak, bela-belain nabung buat ikut Cooking Camp tapi duitnya kurang 2,5 juta. Gua sempat kaget juga, biaya cooking camp mahal, yak. Tapi, tenang meski kurang uangnya dan sempat sedih, Bima tetap bisa ikut. Ahelah, iyalah. Kalo gak gimana film-nya jadi karena Bima kan pemeran utama dan harus ada di Cooking Camp yang dikomandoin oleh Chef Grant kocak Agus Ringgo itu, hahaha... Caranya? Nonton. 

Bagi gue, film ini cerdas banget menggabungkan dunia anak-anak di rumah dan di luar. Hal-hal sederhana yang paling didemenin anak-anak, apalagi kalo bukan masak-masak, ngajak makan di luar, ngajak liburan. Nah, tiga itu nyampur di Film Koki-Koki Cilik. Makanan yang ditampilkan di film ini juga paling dekat dengan anak-anak. Model shushi, spageti, puding dan olahan ayam, de el el.

Pesan yang cukup kuat dari karakter Bima, adalah anak-anak yang cinta banget masakan tradisional yang sering dibuat oleh ayahnya semasa hidup. Sampai Bima nggak paham itu shushi dan malah buat lemper. Kebalik banget sama Kekey yang doyan sushi, spageti, burger, kebab... Tapi gak doyan lemper, apalagi lontong isi oncom :( Tapi kreativitas dan daya juang Bima jadi point plus sendiri buat ngajakin teman-teman kecilnya untuk tidak patah semangat menjadi juara dan mempelajari hal-hal baru dengan menyajikan ide-ide orisinil. Sukaa...

Sepanjang nonton film anak-anak, Film Koki-koki Cilik ini salah satu film yang sukses bikin saya begitu bahagia dan tertawa dengan kelucuan-kelucuan anak-anak yang gak garing. Peran yang dimainkan Alifa Lubis, salah satu artis papan atas (hahaha...) jebolan ajang  pencarian anak di SCTV ikut bikin segar. Nih anak kocak banget dan pinter aktingnya. 

gambar by Femina

"Aku tuh beda banget sama Melly, kalo di filmnya Melly centil dan sok cantik. Rame, aku kan pendiem," kata Alifa yang sempat jadi host saat press conference di Kokas tempo hari. Halaah, minta dijawil nih anak, emang. Beda apanya di film sama di luar rame nggak bisa diem, ngomong mulu. Tapi memang, asli Alifa bikin lucu film Koki-koki Cilik. Tadinya mikir di karakter ini dia jadi anak orang kaya yang ribet di cooking camp alias antagonis. Rupanya tidak sodara, sodara. Ribetnya tetap, tapi dia anak yang baik, motivator ulang sok dewasa dengan quote-quote centil namun benar adanya. Melly jadi tim yang solid di kelompok mereka bareng Kevin (Marcello), Key (Romaria),  Niki (Clarice Cutie), dan Alva (Ali Fikri).

"Waktu syuting enak, rame, makan-makan enak mulu. Belajar masak," kata Farras soal proses syuting. Tentu saja, karena di film ini produser menggandeng Chef Agus, juara Master Chef Indonesia sebagai "staf ahli film" sehingga tampilan masakannya wah-wah semua. Selain semua pemeran diajarin masak oleh Chef Agus terlebih dulu agar aktingnya benar-benar maksimal. Ini juga yang dirasakan oleh Chef Rama, mantan chef terkenal yang terpaksa menjadi clean helper di Cooking Camp karena suatu hal. Hah, kok bisa? Nonton aja...

"Sebenarnya gak bisa masak. Tapi setelah diajarin Chef Agus jadi bisa. Walau sempat kena pisau." Nah, soal akting Morgan ini, Chef Agus sampe salut saat Morgan di Film Koki-koki Cilik bikin spageti dengan pasta buatan sendiri. 

"Keliatan banget cepat belajar dan udah jago. Apalagi bikin pastanya pake tangan, dipotong sendiri pake pisau," kata Chef Agus. 

And then, namanya film. Gak bakal seru kalo gak ada konflik. Di film ini, konflik saling membangun film menjadi kuat karena ibu sang juara bertahan Cooking Camp teryata adalah atasan tempat Chef Rama dulu bekerja. Sementara si anak, Audrey (Chloe Xaviera) dipaksa juga tetap menjadi juara oleh sang mama. Kebayang beratnya, karena meski jago masak sebenarnya Audrey gak suka masak, punya hobi lain. Beda dengan Bima yang memang mencintai dunia masak-memasak dan bercita-cita membangun rumah makan seperti ayahnya dulu. Usah Bima menjadi juara di Cooking Camp pun mendapat tantangan dari musuh bebuyutan keisengan si nakal jahil Oliver (Patrick Milligan) dan gengnya Ben dan Jody (Cloe Gribble dan Clay Gribble).

Trio Benjol (Ben, Oliver, Jody)

Sebagai sebuah tontonan, Film Koki-koki Cilik pas banget ditonton saat liburan bagi anak-anak. Bisa belajar memaknai tentang soliditas tim, sportivitas, dan daya juang. Paling penting, bagaimana memberikan contoh bagi anak-anak kita, bagaimana harus bersikap dengan teman-teman menjadi TEMAN YANG BAIK. Selamat menonton!

Nih, spoiler-nya biar mantap kuy, ke bioskop.