Kamis, September 13, 2012

Lorong Waktu di Tur D'Cidampit Serang, Banten.

Seperti mengayuh lorong waktu dan masuk ke masa silam saya. Beberapa puluh tahun belakang di pedalaman Kepahiang, Bengkulu.  It's amazing... Saat mengayuh sepeda, kondisi alam yang dilewati mengingatkan saya pada jalan-jalan menuju kebun orang tua nun jauh di Sumatera sana. Membuat saya kangen sekali waktu itu...


Bermula dari isu akan adanya turing ke Cidampit, Serang, Jawa Barat di kalangan teman-teman kantor yang suka gowes, saya langsung tertarik. Ehm, saya langsung daftar ke Mas Suwar, sang koordinator, untuk ikut gowes di tanggal 8 September2012. Kapan lagi kalo nggak sekarang?

Waktu yang tepat. Sepeda udah punya, teman ada, kesempatan ada, dibayarin lagi, hahaha.... Saya yang menyukai kegiatan outdoor tapi minim pengalaman ini pun bersemangat baja dan tak sabar untuk memulai turing gowes pertama saya.

Besoknya, biasanya saya duduk manis di kompi sampe siang malah dari subuh udah meluncur ke Serang. Ada tujuh orang yang ikut, big bos kantor Pak Sun, Pak Gun, Pak Eko, Mas Yanto, Mas Suwar, Pak Oleh dan saya sebagai dua orang newbie. Saya lumayan kantuk subuh itu ketika menembus jalanan dengan mobil Pak Gun, duduk di belakang diam saja -karena obrolan yang njowo- sambil berusaha tidur. Sementara Mas Suwar dan Pak Yanto di mobil boks kantor membawa sepeda udah jalan duluan.
Menuju lokasi starting point
Singkatnya, setelah parkir mobil di Kantor DPRD Serang, kami diangkut dengan truk menuju starting point. Udah ada komunitas dari Serang, Serpong, dan Manggarai turut serta. Jalanan mulai menjauhi Kota Serang menuju kaki Gunung Mandalawangi sekitar 15 menit. Setelah pengarahan dari guide, tur di mulai. 

Mengingatkan saya pada alam Sumatera
Whuohooo... baru masuk udah ketemu jalan berbatu dan tanjakan. Saya yang kalap mentransmisi gear acakadut. Alhasil, genjotan makin berat. Ada Mas Yanto yang menyusul yang menyuruh meninggikan gear ke posisi atas. Ya elah, malah kresek-kresek rantai di bawah sana berputar kasar. Saya turunin ke gear satu, habis itu turun... Malu, tapi pantang menyerah, secara masih newbie. Usut punya usut, ternyata sepeda Pak Oleh yang setipe dengan saya pun demikian jika dipindah ke gear satu :-(. Jadilah kami ngandalin gear dua dengan speed dua untuk medan yang saya pikir lumayan gila juga. Jalanan berbatu, tanah keras berbatu, turunan daun kering dengan kayu melintang, sampai tanjakan yang lebih sering bikin saya mendorong sepeda. Wakaka...
Meski demikian saya gembira sekali, menerobos dedaunan, sawah, hutan jati, menyeberangi sungai, dan sesekali pemukiman penduduk. Ini memang olahraga yang menyenangkan dan bikin ketagihan. Satu jam pertama Pak Oleh jatuh dan terpaksa kakinya diplester setelah diberi betadine. Untung saya selamat sampai pulang, hehehe...

Istirahat sejenak isi bensin alias minum
Jam 11 sampe di Hutan Cidampit disambut pengelola rumah hutan dengan kepala muda. Alhamdulillah, seger euuy...! Rasa capek bikin kami leyeh-leyeh sampai makan siang tiba. Rasanya benar-benar malas melanjutkan perjalanan yang katanya masih tersisa 16 km lagi dengan totalnya 56 km. Semua sepakat, waktu itu lebih baik dilakukan acara tidur di bawah sepoi-sepoi udara hutan yang bersih. Makan siangnya enak, daun-daunan (emang kambing?) alias lalapan, pindang ikan bervetsin air kelapa muda, sambel tumbuk-tumbuk yang saya nggak tau apa namanya plus kerupuk. Benar-benar nikmat. Apalagi ada pete rebus :-D
Nyampe Hutan Cidampit
 Hutan Cidampit, kemarau membuat rumputan di rumah persinggahan itu mengering. Tapi tetap indah dan sejuk. Yang menarik pandangan saya, tentunya coretan-coretan di beberapa dinding pondok tentang Dongeng Pisang, Dongeng Kambing, dan tulisan-tulisan lain yang unik dan terkesan lucu. Beberapa lukisan alam mempercantik pondok, ditambah kotak semacam akuarium yang berisi banyak buku. Wow, baca buku di hutan? Sayang saya hanya melihat saja, lagi maless. Ada juga lumbung jagung dan padi dengan tempatnya yang cantik. Ayunan dari ban bekas di pohon durian raksasa sempat saya coba juga. Persis kayak anak kecil.

Habis sholat Dzuhur (plus Ashar), tur dilanjutkan. Menjelang Ashar dikasih snack yang bikin saya ngiler saat menuliskannya saat ini. Saya masih ingat lapisan-lapisan makanan super enak itu dari lapisan bawah ke atas: tape singkong bakar, parutan wortel, kacang, parutan keju, susu, dan terakhir madu. Ehm, yummy... Minumnya wedang akar ilalang pake jahe. Lumayan untuk stamina lanjutan.

Perjalanan lumayan ekstrim untuk pemula kabarnya di trek Hutan Cidampit ini. Saya sih merasa biasa-biasa aja (Sombongggg....). Maksudnya sodara, kalau nggak bisa nanjak ya biasa turun, kalo nggak bisa ngontrol sepeda pada turunan ya biasa turun, kalo ngos-ngosan dan lutut ngilu ya biasa turun... Hahaha....

Turun tapi naik?
Untungnya semua lancar sampai semua goweser finish di Kantor DPRD Serang lagi sekitar pukul 15.30 WIB. Loading sepeda dan meluncur ke Jakarta. Capek merajai sekujur otot saya.

Ehm, amazing adventure!. Saya jadi ketagihan ngegowes.

**Pada alam kita bisa belajar banyak kejujuran, karena ia alamiah adanya. Hanya manusia yang membuat ia kerapkali berbohong.**