Kamis, September 30, 2010

Harap


dan musim terus berganti, hujan menitik.
kau, masihkah melewatinya
tanpa beda...

[Gambar diambil dari http://rumaishaali.blogspot.com]


**di antara mata yang perih menatap monitor kompie ini**

Rabu, September 29, 2010

detak-detak kata

aku tebarkan detakdetak berwujud kata-kata
hingga kau genggam atau kau hempas
tak pernah ada batas
siapa dan apa

[Gambar: "Sawah dan Pondok @Sukabumi" koleksi pribadi]
**kau membuatku berpikir, berpikir, tentang, ah....**

Selasa, September 21, 2010

LUPAKANLAH! (Sakti Wibowo)



... tak ada yang lebih pasti dari ketidakpastian, kata pagi yang setia datang sebelum sarapan.
Jadi tak perlu membingkai masa lalu atau memindai masa depan.
Jika bukan kenangan, maka itu hanyalah angan-angan.

... jalani saja, apa adanya!

Sepotong pagi yang tersaji di gelas kopimu, biarkan seperti itu.
Taburkan gula jika kau punya, tambahkan cream jika kau mau.
Tak perlu memuji apa pun, tak usah memaki siapa pun.

... nikmati saja, apa adanya!

Tak usah diingat part-part yang sudah lewat.
Jika ada "buruk" yang terlanjur tercatat, maafkanlah.
Jika ada "indah" yang sempat terlibat, lupakanlah!

... arifi saja! Jangan bilang tak mudah!

Hanya butuh sesaat untuk lewat,
sejenak ingat,
kemudian kembali semula:
"Kita bukan siapa-siapa!"

**Sebenarnya saya berniat menghindari postingan blog yang bukan tulisan saya alias "meng-copy paste" begitu. Baik dengan menyebut nama penulisnya, apalagi tidak sama sekali alias memplagiat. Tapi saya suka banget puisi Sakti yang saya temukan di FB-nya ini. Thanks juga untuk Lingga yg membuat saya menemukan puisi ini**

Kamis, September 16, 2010

Akhirnya


Bahagia sekali rasanya hari ini. Mengapa? Karena saya bisa mendonorkan darah. Sebegitu bahagianya saya, hehehe... Begitulah.

Sudah lama saya ingin mendonorkan darah. Setiap kali ada teman kuliah, teman kantor, atau saudara yang meminta tolong darah untuk seseorang, keinginan saya menjadi pendonor seringkali dipatahkan.

"Kasian banget, kayak kamu mau donor darah? Ntar abis lho," canda teman-teman. Ada juga yang prihatin dan bilang lebih baik aku gemukin badan dulu. Yups, persoalannya dengan tubuh menjulang tinggi dan kurus banyak yang bilang aku nggak pantas jadi pendonor. Dan aku cukup tahu diri, meski kepengennya masih tetap. Berharap suatu saat gemuk dan dianggap layak.

Kayaknya bahagia banget kalo kita bisa memberikan darah untuk orang yang membutuhkan. Apalagi dulu aku pernah opname di rumah sakit dan ditransfusi. Terbayang aku udah ko'it kalau dulu nggak ditolong. Tapi ya itu, berhubung tubuh kurus, banyak nggak tega nyedot darahku :-(

Nah, tadi pagi ada teman kantor, Pak Sukma nyamperin ruang redaksi. Anaknya butuh darah karena anemia akut. Dulu pernah kecelakaan, banyak keluar darah tapi nggak diapa-apain katanya. Sekarang anaknya Pak Sukma di RSCM menunggu darah golongan B. Dengan rasa pesimis aku ikut bergabung. Kupikir paling nggak diperiksa dulu. Kalau nggak bisa, kan digantikan teman yang lain. Ada juga teman redaksi yang nyeletuk, "Elzam, liat dong orangnya, hehehe..." Pada takut, ngeliat aku yang tampangnya nggak mendukung kali ya? Tapi nyatanya dengan senangnya aku nunjukin plester bekas tusukan sepulang dari mendonorkan tadi. Akhirnyaaa!

"Waduh, beratnya 51," celetuk petugas PMI Jakarta di Senen saat meriksa darahku. Namun dia bilang bisa aja kok, nggak masalah. Dokter pada pemeriksaan kedua juga bilang nggak apa-apa. Minimal berat badan pendonor itu 45. Huh, alhamdulillah. Aku lega. Apalagi HB-nya bagus, 14,7 (normalnya laki-laki antara 13-14). Terus tekanan darahnya 120/80. Nggak ada penyakit menular atau keturunan juga, hohoho...

Deg-degan juga sebelum disedot. Soale seingatku ini pengalaman pertama disuntik sejak kelas 3 SD dulu, ketika sakit itu. Setelah itu aku nyaris nggak pernah sakit, paling hanya demam, batuk, masuk angin. Ke dokter pun biasanya cuma diberi obat oral, bukan suntik. Untungnya si Mbak petugasnya baik, dan bilang malah lebih sakit pasien yg ditransfusi darah daripada saat pendonor diambil darahnya. Memang benar. Tusukan jarumnya hanya seperti digigit sedikit. Sekitar 15 menit darah mengalir. Sesekali doang aku liat. Soalnya takut juga. Apalagi aku agak-agak trauma dengan rumah sakit atau darah akibat suatu hal.

Abis donor, kita diberi kartu pendonor (karena saya baru sekali) dan pil penambah darah. Kemudian diberi sekotak susu dan sepotong roti. Setelah itu kita berlima (Pak Sidik, Pak Abdul, Mas Novnov, Pak satu lagi aku lupa namanya coz beda divisi, hihi...maaf-maaf), plus Fajar yang tidak jadi karena darahnya udah cukup untuk anak Pak Sukma menuju RSCM. Menjenguk anaknya Pak Sukma, Fernando. Abis itu diajak lunch di Mister Baso Kalibata Mal. Hehehe... moga-moga berkah traktirannya plus darah-darah kita.

Oh ya, sempat ngbrol juga dengan seorang ibu yang menemani suaminya mendonorkan darah. Suami sang ibu rutin mendonorkan darah dan sudah lebih dari 70 kali. Ckk, hebat ya? [Elzam]

Gambar dari www.edoaprianto.blog.friendster.com

**Memberi pada orang lain pada hakikatnya memberi untuk kebaikan diri sendiri. Bukankah kita akan DIBERI kebahagian di hati saat MEMBERI?**