Jumat, Oktober 27, 2017

#SunLifeEduFair2017 Puter-puter Melihat Sekolah yang Cocok untuk Merencanakan Pendidikan yang #LebihBaik Bagi Buah Hati

"Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan."

"Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali."

                                                                                                        ~ Tan Malaka

Sekian abad lalu, Tan Malaka berpikir jauh tentang pendidikan. Tokoh yang lahir di Negeri Minang, 2 Juni 1897 yang dikenal sebagai "pemikir kiri" ini mengedepankan pendidikan lebih dari sekadar aspek transfer ilmu pengetahuan, skills atau teknologi saja. Tapi juga mengembangkan karakter menjadi lebih baik, secara mental, kepribadian dan keteguhan sikap. Lebih dari sekadar angka-angka membanggakan di raport.


Sejalan dengan spirit kita umat muslim pun, Rasulullah pernah menjelaskan manusia yang paling baik adalah mereka yang bermanfaat bagi sesama manusia. Dan tidak ada dikotomi ilmu agama vs ilmu dunia dalam Islam. Ilmu ya ilmu... Setiap ilmu berorientasi akhirat dan menjadi ladang kebermanfaatan ketika di dunia. Pemahaman ini yang membuat peradaban Islam pernah menjulang beberapa abad dan menjadi kiblat. Saintis yang juga ulama menjamur. Mereka astronom, penjelajah lautan, dokter, ahli kimia... sekaligus ulama yang tawadhu'.

Tapi sayang, pendidikan sekarang menjadi investasi yang sedemikian mahal di negara yang kaya ini. Tidak bisa disalahkan juga, semakin berkembangnya dunia membuat semua serba komersil. Bahkan pendidikan yang awalnya bernaung di bawah kendali negara atau yayasan (kalo swasta) sekarang mulai bergeser. Terutama untuk sekolah swasta, jadi yayasan jadi seperti perusahaan yang you know lah... Berorientasi profit bagi pemiliknya. Mudah-mudahan anggapan ini salah, he-he-he...

Yang pasti, sekolah-sekolah swasta berkualitas tak bisa dinikmati oleh masyarakat dengan gratis. Punya sistem pengajaran yang bagus, kendali mutu yang diawasi, inovasi cara belajar sampai fasilitas pendidikan yang lengkap. Butuh belasan sampai puluhan juta untuk masuk sekolah. Padahal, beberapa tahun lalu uang segitu cukup untuk masuk ke bangku kuliah dengan jurusan favorit.

Tahun ini, saya pun dipusingkan dengan urusan sekolah Kekey. Sudah waktunya dia masuk ke SD dan kami mulai mencari sekolah yang cocok. Sambil mencocokkan dengan kantong tentunya. Kebetulan sekali, teman mengajak untuk mengunjungi #SunLifeEduFair2017 #LebihBaik yang diselenggarakan beberapa sekolah swasta ternama dengan Sun Life Indonesia, perusahaan asuransi asal Kanada di Kota Kasablanka kemarin, Sabtu-Minggu (21-22 Oktober 2017). Pucuk dicinta ulam tiba. Sabtu saya berangkat dengan Kekey, karena Mama-nya mesti mengisi workshop di Jakarta Selatan, jadi tidak bisa ikut bersama. Ada beberapa talkshow yang disampaikan sekolah-sekolah dan juga pengalaman Mona Ratuliu saat menyiapkan pendidikan anaknya yang lumayan bermanfaat. Artis yang bisa dibilang lumayan kenceng duitnya pun, masih mikirian asuransi pendidikan anak ternyata, he-he-he...




Sebenarnya kami sudah punya rencana, Kekey akan masuk ke sekolah mana. Namun ada sekolah yang sempat ditaksir juga yang ikut pameran ini. Konsepnya outdoor fun learning. Sekolah Alam. Sayangnya, cuma ada satu sekolah alam di #SunLifeEduFair2017 #LebihBaik yang kami kunjungi. Sekolah Alam Cikeas yang berada di Cibubur, Bogor. Jauhh... dan begitu nanya-nanya sepertinya nggak mungkin. Muaahal. Asuransi Kekey sepertinya juga tidak bisa meng-cover biaya masuk ke sana yang mencapai angka nyaris 30 juta. Sekolah lain yang ikut di event ini antara lain Lab School Cibubur, SD Tarakanita, Home Schooling Kak Seto, Bina Nusantara, High Scope, Global Sevilla, Nusantara dan lainnya.

Memang ada harga, ada kualitas. Rata-rata setiap sekolah punya keunggulan masing-masing. Jadi sepertinya mutlak, jika ingin masuk ke sekolah ini, jika bukan konglomerat atau karyawan dengan gaji di atas rata-rata, asuransi menjadi salah satu jalan yang patut dipikirkan. Bayangkan saja, untuk Lab School Cibubur, biaya masuknya 26 juta belum ditambah dengan biaya-biaya lain dengan SPP sekitar 1,2 juta perbulan. SD Global Sevilla yang berkonsep internasional dengan bahasa Inggris sebagai pengantar bahkan lebih mahal lagi. Yang paling murah sempat saya tanya kemarin adalah SD Tarakanita, SPP per bulannya 900 ribu dan uang masuk 16 juta. Mabok, nggak? Itu satu anak. Bagaimana jika dua anak, tiga anak?


Untuk pasangan muda dan mereka yang punya anak hendak memasuki sekolah, #SunLifeEduFair2017 #LebihBaik ini bisa menjadi gambaran betapa pendidikan terbaik yang menjadi kewajiban kita orangtua untuk memberikan kepada anak harus dipikirkan matang-matang. Sesuaikan dengan minat dan karakter anak sehingga mereka nyaman bersekolah dan tidak malas-malasan. Iya kali, udah bayar mahal malah sekolahnya males karena nggak betah :-(

Di #SunLifeEduFair2017 #LebihBaik, Kekey senang dan betah. Karena ikut cooking class dari Koki Kecilku untuk menghias cupcake dan menonton lomba seni tiap sekolah dengan antusias. Sampai ngejongkrok di depan meja juri di depan panggung nonton kakak-kakak adu talenta bernyanyi, story telling, taekwondo, nari, dan sebagainya.


Nah, untuk pilihan sekolahnya. Ehm, semoga nanti tembus di SD Nature Islam Ummu Habibah Tangerang. Insya Allah, akan sekolah di sini dengan memperdalam tahfidz Qur'an. Kalo nggak, ehm... gerilya cari yang di dekat Depok saja.

Rabu, September 13, 2017

Berwakaf di Asuransi: Menjadi Nasabah Sun Life, Menjadi Utsman bin Affan - Utsman bin Affan Era Sekarang







LELAKI itu telah meninggal lebih sekitar 1400 tahun lalu. Jasadnya telah menyatu bersama tanah. Artinya tak ada lagi yang dapat dilakukannya untuk berbuat baik, mengumpulkan keping-keping pahala di muka bumi. Tugasnya sebagai khalifah bagi semesta alam telah paripurna. 

Namun, lebih dari sekadar nyawa yang telah berakhir. Kebermanfaatan lelaki itu ternyata tak pernah berakhir. Kebaikan-kebaikannya menembus zaman, ruang dan waktu. Berderak hingga kini dan sangat mungkin hingga kiamat kelak. Keistimewaan yang rasanya nyaris tak tertandingi bukan?

Di Madinah era kini, lelaki tersebut memiliki rekening bank. Uangnya terus bertambah, bertambah... Ia mendirikan hotel dan masjid yang ramai didatangi orang-orang dari penjuru dunia. Potret terbaik perencanaan hartanya sangat menginspirasi. Bayangkan, sampai sekarang dirinya masih memiliki uang dan bisa berbuat banyak hal untuk orang lain. Kalah jauh dengan konglomerat sekarang yang sering kita bilang, "Gila, banyak amat duitnya. Nggak habis tujuh turunan."

Lelaki itu, Ustman bin Affan tak hanya memikirkan keturunannya soal harta. Masihkah kita ingat kisah sumur Yahudi yang dibelinya selang sehari ketika penduduk Madinah dilanda krisis air minum? "Ambillah air sebanyak-banyaknya karena hari ini gratis. Besok Anda harus membayar, karena akan menjadi miliknya. Lusa baru akan gratis lagi, karena dia menjualnya selang satu hari," ujar Ustman. So, besoknya ketika sumur menjadi milik Yahudi yang airnya dijual ke penduduk Madinah ia tidak mendapat apa-apa. Penduduk masih memiliki persedian. Begitu seterusnya... Sampai akhirnya sang Yahudi merelakan Ustman membeli sumur sebagai hak milik penuh. 


Sumur Raumah wakaf Ustman bin Affan yang masih ada hingga sekarang.

Jika Anda ke Madinah, menemukan Hotel Ustman bin Affan dan Masjid Ustman bin Affan. Itu bukan sekadar nama, dialah pemiliknya yang telah merelakan penggunaannya untuk semua orang. Subhanallah, inilah yang dinamakan berwakaf #LebihBaik. 


Ingatan saya melayang berapa banyak masjid yang didirikan dari harta dermawan di dunia. Sekolah-sekolah yang melahirkan anak-anak pandai nan bertakwa. Rumah sakit yang mampu mengratiskan orang tak mampu yang dilayaninya... Uang yang dibelikan tanah untuk panti asuhan, masjid, jalan umum... Kekuatan harta pribadi yang berorientasi pada keumatan sangat luar biasa. 


Hotel Ustman bin Affan di Madinah. Dibangun dari rekening wakaf Ustman bin Affan...

Berwakaf #LebihBaik menjadi satu dari tiga amal jariyah yang tidak terputus meski seseorang telah meninggal. Masya Allah, karena manfaatnya nyata terus digunakan oleh orang lain sepanjang terus digunakan. Sama halnya dengan doa anak shalih untuk orang tuanya yang telah meninggal dan ilmu yang bermanfaat. 

Banyak orang berpikir berwakaf itu hanya bisa dilakukan orang-orang kaya. Ya, model Ustman bin Affan tadi. Apalagi di tengah situasi ekonomi yang cenderung tidak stabil. PHK mengancam, kontrakan mahal dan naik terus, tanah makin sempit dan dikuasai koorporasi secara massal, biaya hidup tinggi, pendidikan anak mahal... 

Namun di situlah tantangan hidup. Bisa memberikan yang terbaik untuk keluarga, tapi juga tak melupakan tabungan untuk akhirat. Di mana berwakaf #LebihBaik dapat dilakukan oleh siapa pun. Kuncinya tentu terletak pada perencanaan keuangan, financial planning bahasa kerennya. Naruh uang di bawah bantal sekarang sudah nggak jaman. Tidak efektif dan rawan maling. Betul atau benar? 

Asuransi menjadi kebutuhan baru manusia sekarang. Di tengah ketidakpastian ekonomi yang bisa saja melanda dunia, negara, apalagi orang per orang. Asuransi bisa menjamin keberlangsungan hidup layak dan mapan bisa tercapai. Baik untuk masa depan maupun ketika pencari nafkah, seperti ayah, meninggal dunia. 

Saya sendiri, mempunyai polis asuransi yang saya siapkan untuk putri saya, Kayyisah yang sekarang masih duduk di bangku TK. Lumayan banget. Masuk TK dulu mendapai manfaat pendidikan yang bisa untuk membayar keperluan masuknya. Nanti ketika SD, SMP dan kuliah pun tetap berlanjut. Saya hanya perlu menyisihkan uang setiap bulannya untuk dikelolah oleh asuransi berbasis syariah. 

Salah satu asuransi syariah yang ikut berkontribusi membangun perencanaan keuangan yang sehat bagi masyarakat Indonesia adalah Sun Life Financial. Perusahaan penyedia jasa keuangan internasional asal Canada yang menyediakan berbagai produk asuransi konvensional dan syariah serta solusi pengelolaan aset. Dengan pusat di Toronto, Canada, Sun Life Financial berdiri sejak 1865 lalu. Sampai sekarang beroperasi di berbagai negara dunia, termasuk Indonesia. 


Berwakaf #LebihBaik melalui asuransi Sun Life

Kiprah PT Sun Life Financial Indonesia (Sun Life) berawal di tahun 1995. Produk proteksi dan pengelolaan aset yang ditawarkan ke masyarakat antara lain asuransi jiwa, pendidikan, kesehatan dan perencanaan hari tua/pensiun. Mempertimbangkan penduduk Indonesia dominan muslim, maka asuransi syariah menjadi andalan Sun Life yang terus mendapat kepercayaan masyarakat dari waktu ke waktu. Soal sesuai syar'i atau tidaknya, kita akan menemukannya lengkap di website di Dewan Asuransi Syariah MUI. 

"Konsep syariah dalan asuransi itu long term sehingga hasilnya maksimal, preminya dibagi untuk pengelola dan berasas tabaruj/tolong-menong. Selain itu harus dipastikan tidak ada ghoror atau jual beli tidak jelas hasilnya, semacam pertaruhan dan riba, " jelas Srikandi Utami, Vice President, Head of Shariah PT Sun Life Financial Indonesia.


Menyerap ilmu dari Pak Nadrat/BWI dan Bu Aan/BWI

Komitmen terbaru Sun Life untuk maju bersama dalam kebaikan ekonomi masyarakat di dunia sekaligus berorientasi akhirat melahirkan program wakaf dalam produk asuransi syariah perusahaan. Bu Aaan, sapaan Srikandi Utami, menjelaskan berwakaf #LebihBaik yang ada di Sun Life bersama Bapak Muhamad Nadratuzzamn Hosen dari BWI (Badan Wakaf Indonesia). Di depan ratusan blogger, talkshow padat ilmu ini berlangsung di The Hook Cafe dan Restoran, Senopati, Jakarta Selatan, Sabtu (9/2017) lalu. 

"Sun life punya 7 ribu keagenan konvensional. Dan perusahaan pertama yang memisahkan syariah dan konvensional dalam praktik pengelolaan dan operasionalnya," kata Senior Manager Brand Marketing Sun Life Indonesia, Ahmad Farabi. 

Jadi cukup jelas kan, tidak ada ghoror dan riba di sini. Konsepnya pun pure tabaruj, tolong-menolong yang sesuai ruh Islam. Sampai sekarang leih dari 994 milyar dana per Juni 2017 dikelola Sun Life demi mencapai kemapanan finansial masyarakat Indonesia, terutama nasabah mereka.

Eniwei, balik ke program berwakaf #LebihBaik yang integrated dengan asuransi, Sun Life adalah pionir di Indonesia. Manfaat wakaf melalui asuransi dan investasi pada asuransi syariah diinisiasi oleh Sun Life sejalan dengan Fatwa MUI Nomor 106/DSN-MUI/X/2016. 

Mengelolah wakaf, tentu Sun Life tidak bisa berjalan sendiri. Di sinilah BWI menjadi mitra profesional mereka sebagai nadzir (pengelola wakaf). Dua lain yang menjadi nadzir adalah Rumah Wakaf Indonesia dan Dompet Dhuafa. 

"MUI telah memberikan fatwa bahwa wakaf harta bergerak, dalam hal ini manfaat asuransi bisa diwakafkan. Dulu kita mendengar ada wakaf masjid, rumah sakit, sekolah... Sekarang wakaf juga bisa benda bergerak berbentuk uang," jelas Pak Nadrat. 

Apakah berwakaf #LebihBaik melalui Sun Life hanya dibatasi produk tertentu? 

Jawabannya tidak. Sun Life mempunyai lima produk asuransi syariah. Kesemuanya dengan fasilitas berwakaf yang bisa dilakukan secara mudah dan praktis. Sepanjang kedua belah pihak, nasabah dan Sun Life telah menandatangi akad: 

1. Mengisi Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ)
2. Menunjuk ahli waris yang telah ditentukan
3. Serta menunjuk nadzir atau pengelola yang tercatat di BWI. 


Cukup isi ikrar di polis, berwakaf #LebihBaik untuk #KayaSelamanya

Dengan kecanggihan informasi dan teknologi saat ini, Sun Life pun memberikan kemudahan investasi sekaligus beramal nasabah. Aplikasi berwakaf #LebihBaik yang menjadi layanan prima Sun Life untuk menjadi Ustman bin Affan - Ustman bin Affan wanna be ini bisa diunggah di apps MySunlife. 


Lebih gampang mengontol wakaf  asuransi dan investasi pribadi melalui smartphone

Asyiknya, nasabah tidak perlu khawatir ke mana uang zakat bermuara. Nadzir yang dipilih adalah yang profesional dan terdaftar secara resmi oleh negara. Cukup berikrar untuk berwakaf di polis, maka mitra zakat yang dijamin amanah akan memfasilitasi pahala yang terus mengalir sampai nasabah meninggal sekali pun. 

"Nasabah juga bisa berwakaf dengan santunan asuransi yang diperolehnya nanti. Jadi prinsipnya berwakaf #LebihBaik dan #KayaSelamanya," ungkap Bu Aan yang diamini Pak Nadrat. 

Kekayaan akan terus mengalir, tidak hanya untuk ahli waris, tapi untuk hajat hidup orang banyak melalui berbagai pengelolaan wakaf. 

Saya sendiri, sebagai pemegang polis asuransi syariah sepertinya mulai berpikir ulang. Sayang, ketika memutuskan memilih asuransi beberapa tahun lalu, belum mengenal Sun Life. Jadi program berwakaf ini tentu tidak bisa dipilih. Mudah-mudahan, secepatnya gaji naik #CurhatOrangKaryawan #NgarepDiBacaBos. :-D

Ke depan, jika kondisi keuangan memungkinkan memilih produk asuransi lagi, kepengen membeli asuransi di Sun Life. Sekaligus "membeli" kapling surga melalui berwakaf #LebihBaik, Insya Allah.

Nah, untuk sekarang saya tetap bisa bersyukur. Setidaknya bisa berwakaf dari ilmu yang bermanfaat, membagikan sedikit transfer ilmu dan ajakan berwakaf di blog ini. Please, jangan di-hack biar pahalanya terus mengalir, he-he-he... [Elzam]


Selasa, Agustus 08, 2017

Film "Nyai Ahmad Dahlan", Heroiknya Perempuan Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia


Soekarno pernah bilang, "Jasmerah, jangan melupakan sejarah..."

Untuk ukuran Indonesia, yang sebentar lagi memasuki 72 tahun kemerdekaannya, maka sejarah bagaimana perjuangan melepaskan bangsa dari belenggu penjajahan asing belum jauh-jauh amat. Masih cukup banyak veteran perang yang bisa ditemui, bahkan...

Tapi rasanya, sejarah menjadi bagian asing yang mulai jauh dari anak-anak sekarang, generasi muda. Entah karena minat mempelajari sejarah yang minim, alih-alih kita terpapar banyak pengaruh luar. Penjajahan model baru... Idola sekarang berkiblat ke luar, banyakan hasil produk budaya pop semacam aktor/aktris, penyanyi luar.

Sejarah kepahlawanan Indonesia tertutup oleh lembaran buku-buku, arsip dokumentasi di museum-museum. Susah untuk diketahui, kecuali di bangku sekolah yang tentu saja rasanya berbeda transfer spiritnya.

Jadi tidak heran, mengikuti arus tren kekinian. Belajar sejarah harus lebih kreatif. Kalau Hollywood dengan entengnya membombardir dunia lewat betapa heroiknya Amerika, Korea membius anak muda dengan kisah kolosal sejarah mereka. Maka Indonesia pun bisa. Dan sudah dilakukan beberapa tahun terakhir dengan mulai banyaknya film yang diangkat dari ketokohan seeorang. Soekarno, Ahmad Dahlan, Habibie, Cut Nyak Dien, pernah difilmkan.

Teaser Film Nyai Ahmad Dahlan


Tahun 2017 ini, Iras Film mempersembahkan film "Nyai Ahmad Dahlan". Di benak kita, sebagian besar masyarakat, adalah sosok wanita yang masih samar-samar, katakanlah menjadi bagian dari anak bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jujur, saya pun begitu. Meski pun tahu, Pemerintah memang telah menganugerahkan beliau sebagai pahlawan pejuang kemerdekaan. Tapi sebatas itu yang saya ketahui. Dan fakta dia adalah seorang istri Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Kemarin, Kamis (3 Agustus 2017), alhamdulillah mendapat kesempatan mengikuti press conference Film Nyai Ahmad Dahlan. Surprise sekali, ternyata yang memproduseri Nyai Ahmad Dahlan sekaligus skenarionya adalah Dyah Kalsitorini. Ehm, saya pikir masih muda, hahaha... Dulu tulisan-tulisan Mbak Dyah ini selalu saya pantengin di Aneka Yess. Rata-rata cerpen gokil, bahkan ada serial hantu Zahara yang kocak abis. Hebat euy, karirnya... Dari penulis cerita remaja ke film...

Nyai Ahmad Dahlan diperankan oleh Tika Brivani. Artis spesialis biopic yang pernah memerankan Athirah (ibunda Jusuf Kalla) dan Fatmawati (Ibu negara pertama, istri Bung Karno). Ini kali pertama saya melihat Tika langsung. Mukanya serius, jadi saya pikir nih artis sedikit jutek. Tapi ternyata begitu senyum dan ketawa... Uwow, langsung kepincut. Cantik dan renyah. Dan baru kemarin ngobrol ama istri baru tahu kalo Tika sudah menikah dengan Dimas Aditya :-/

Saking terpesonanya dengan Tika, di akhir sesi tanya jawab saya nunjuk tangan. Bukan buat nanya, cuma buat bilang doi cantik, haha... Sekarang lagi hunting film-film Tika yang emang belum saya tonton itu, maafken....

Tika Bravani, Ehm...


Balik ke Nyai Ahmad Dahlan, sebagai film biopic, ini pasti sangat keren. Apalagi settingnya Jogjakarta. Tempat di mana kerinduan setiap orang selalu tercurah ke sana. Jogja itu, meski panas tapi adem. Jogja itu, meski ramai tapi menenangkan. Jogja itu meski modern, tapi juga klasik. Jogja itu meski maju, tapi sederhana. Jogja itu...

Selama ini saya berpikir tradisi keislaman yang paling lekat di Indonesia itu adalah Sumatera Barat, Aceh, Makassar, Nusa Tenggara Barat. Setidaknya dari buku-buku yang sempat saya baca. Kalo Jogjakarta, saya pikir biasa-biasa saja, lebih banyak kejawen yang sebenarnya bercampur dengan ajaran njawani yang lekat dengan animisme. Begitu pikiran saya. Kecuali Muhammadiyah, saya tahu berdiri di Jogjakarta, tapi seberapa kuat mewarnai keberagamaan masyarakatnya secara luas dan terbuka...

Setidaknya, saya berharap Film Nyai Ahmad Dahlan bisa membuka cakrawala berpikir bagaimana Islam adalah bagian penting dari sejarah Jogjakarta, sejarah Indonesia. Spirit yang dibawa Nyai Ahmad Dahlan (dan tentu istrinya) merupakan spirit sekaligus aksi nyata membangun Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Dan itu memang sudah diakui sejarahwan dan Pemerintah. Gaungnya mesti diperluas.

Dari cerita sang sutradara, Olla Atta Adonara, sebenarnya ada scene khusus antara Nyai Ahmad Dahlan tua yang sudah sakit-sakitan dengan Soekarno. Proklamator itu mendatangi Nyai Ahmad Dahlan di pembaringannya, duduk di lantai dan bercengkrama. Ini membuat saya merinding. "Tapi pada akhirnya adegan ini dihapus, ada pihak-pihak yang berkeberatan, kita sendiri tahu lah...," gitu kira-kira ujaran Olla ketika itu. Sayang banget. Tapi sebagai gantinya, ada scene ketika Nyai Ahmad Dahlan sedang berjalan-jalan dan mendengar suara radio. Soekarno lantang meneriakkan kemerdekaan.

Kru dan pemain pendukung Nyai Ahmad Dahlan


Tika Bravani sendiri bermain bersama David Chalik yang menjadi Kyai Haji Ahmad Dahlan. Dari Nyai Ahmad Dahlan gadis, ibu-ibu, sampai uzur diperankan oleh Tika semua.

Sebagai pahlawan, Nyai Ahmad Dahlan terlibat langsung mendirikan dapur umum untuk pejuang, menggerakkan wanita-wanita lain. Dia juga aktif bertukar pikiran dengan Panglima Besar Soedirman dan Soekarno. Makanya, sayang banget kalo adegan dengan Bung Karno yang dramatis itu harus dihapus sebenarnya. Hebatnya, sebagai seorang perempuan Jawa, yang kita tahu benar posisinya dengan pria ketika zaman itu. Bahkan sekarang ini pun, di mana wanita menjadi sosok belakang layar atau terdoktrin harus manut apa kata pria. Baik suami, ayah, atau saudara lelakinya. Nyai Ahmad Dahlan sudah sangat terbuka dan menjadi satu-satunya perempuan pertama yang pernah memimpin Kongres Muhammadiyah tahun 1926. Berbicara di depan 500-an orang dari seluruh Indonesia di waktu itu.

Film Nyai Ahmad Dahlan juga menjanjikan film ini juga menceritakan bagaimana sosok pahlawan wanita tersebut menjadi pribadi yang sangat santun dan memuliakan suami. Di balik ketegasan dan emansipasinya di luar sana... Subhanallah...

Mbak Dyah sendiri memerlukan riset 6 bulan untuk menyelesaikan skenario. Ini karena terbatasnya literaratur yang tersedia. Namun dia banyak dibantu oleh keluarga Nyai Ahmad Dahlan, bahkan 90 persen pemain adalah keluarga besar Ahmad Dahlan. Barang-barang yang bernilai sejarah pun ikut ambil bagian menjadi properti film, seperti selendang yang dipakai oleh Nyai Ahmad Dahlan ketika memimpin kongres tadi.

Keluagra Nyai Ahmad Dahlan berfoto dengan Olla Adonara (sutradara dan Tika Bravani)

Penasaran untuk menonton utuh film ini. Kapan preview filmnya nyampe, nih? *Eh

Yang pasti Nyai Ahmad Dahlan akan hadir pada 24 Agustus 2017 mendatang. Catat dan mari mengetahui sejarah bangsa dengan cara yang menyenangkan.

Minggu, Mei 14, 2017

Tour de Cibitung Bareng Domus, Menelisik Pabrik yang Mengusik Impian

Pengalaman menarik di luar aktivitas sehai-hari, ngulik pabrik genteng :) 

Pilkada DKI 2017 yang melelahkan udah lewat. Gubernur terpilih sudah dikantongi setelah proses “berdarah-darah”. Apa yang saya ingat soal Pilgub kemarin yang mempertandingkan Anies vs Ahok? Ya sama lah dengan kebanyakan orang lain, janji-janji yang nempel di kepala ha-ha-ha...

Paling seksi sih, janji KPR rumah nol persen yang akan digagas Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Itu yang pertama. Kedua, adalah janji menaikkan gaji guru PAUD setara UMP DKI Jakarta. Ingatan paling egois karena berkaitan dengan kami yang belum punya rumah dan profesi istri sebagai guru di TKIT Buah Hati Jakarta yang terkenal ngeluarin bocah kreatif, pinter dan manis-manis pribadinya itu (ngendorse, Om?). Meski guru TK swasta, TK yang masuk dalam jenjang PAUD, boleh dong mengharapkan perhatian layaknya buruh yang standar upahnya jadi isu tahunan itu. Nah, lho....

Apapun, semoga lebih baik dari era Ahok pelayanan birokrasi, mengayomi masyarakat dari berbagai latar belakang dan ngurusin setumpuk soal di Jakarta yang tetap jadi tugas abadi gubernur Jakarta. Yaitu macet dan banjir.

Balik ke rumah, udah jadi rahasia umum kepemilikan rumah di Jabodetabek menjadi persoalan mendasar. Kabarnya, persentase pasangan muda urban di Jakarta yang kesulitan memiliki rumah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Harga tanah menjulang mengakibatkan properti tempat tinggal kebutuhan demikian mahal untuk dijangkau. Punya tanah, nggak gampang juga bikin rumah.

Mencoba KPR? Tidak mudah untuk lolos. Beberapa tahun lalu saya sempat ngajuin, belum rezeki. Dan sekarang kebiasaan pindah-pindah kantor juga sepertinya menyulitkan untuk bank menyetujui permohonan kami.

Impian saya sih, pengen nyiapin tanah sekitaran Depok atau Bogor. Lantas bikin rumah back to nature, berbahan bambu yang di-combine dengan beton untuk lantai dan pondasinya. Nggak mau ngajuin KPR, lama nyicilnya, euy. 

Metal yang belum dilapisi batuan alam (Foto: Elzam)

Susunan genteng metal yang sudah kering (Foto: Elzam)

Nah, impian saya masih tetap seperti itu. Kebetulan di kampung istri ada hutan bambu yang dimiliki almarhumah nenek-nya. Bisa banget dimanfaatkan. Namun impian saya ini sedikit terganggu, ketika kemarin bareng teman-teman blogger mengikuti Tour de Cibitung (Cikarang), meninjau lokasi Pabrik PT Tata Logam Lestari di beberapa tempat. Produk PT Tata Logam Lestari ini adalah genteng metal yang dilapisi butiran batu alam (Multi Roof, Sakura Roof dan Surya Roof). Kemudian produk atap lain berbahan metal semacam seng dengan aneka warna, bentuk dan ukuran. 


Pionir Genteng Logam Indonesia

Berdiri sejak 1994 sebagai pionir produsen genteng metal, PT Tata Logam Lestari cukup terpandang di kalangan konsumen. Kata salah satu direktur-nya, Bapak Setyadi Wihardjono, indikator genteng metal yang lolos quality control mereka harus berkontur sama atau homogen, rata dan tidak terburai ketika melewati tes benturan. Ketika ditekuk membentuk sudut pun, maka butiran batu alam yang melapisi metal genteng tidak terburai.

“Konsumen kami sudah tahu dan toko yang menyediakan biasa memberikan jaminan ini kepada calon konsumen ketika merekomendasikan,” ujar Pak Setyadi.

Pak Setyadi Widharjono yang sabar tapi antusias jawab A to Z genteng metal (Foto: Elzam)

Pengalaman yang menakjubkan, ketika kemarin saya dan teman-teman sesama blogger datang ke pabrik PT Tata Logam Lestari. Dikenalin batuan alam yang dipasok dari Kediri, Jawa Timur. Namanya batu rijang atau batu api yang dibentuk langsung oleh tangan Tuhan. Selanjutnya, batu-batu ukuran kecil ini diayak untuk mendapatkan ukuran tertentu. Misalnya dari grade 18 disaring menjadi grade 16 untuk hasil yang cocok secara estetika pada genteng metal dan kekuatan melekatnya. 

Batu rijang yang didatangkan dari Kediri (Foto: Elzam)

Kemudian nanti masih ada proses lain. Seperti dicampur dengan lem khusus serta pewarna, agar warna aslinya tetap stabil dan tahan puluhan tahun. Proses pengopenan sampai suhu maksimal 250 derajat celcius menjadi rangkaian terakhir. 

Total kemarin ada tiga pabrik yang khusus memproduksi genteng metal, yang kami kunjungi di lokasi berbeda. Tidak lupa, ditunjukkin juga perbandingan genteng metal dari tetangga sebelah dan buatan PT Tata Logam Lestari. Dijejerin di salah satu sudut halaman pabrik. Memang terlihat perbedaannya, dari sisi stabilnya warna, kekuatan metal yang tidak muda tertekuk, bocor, estetika penampilan dan kekuatan menahan beban. Bisa jadi banget, jam terbang sebagai pionir tadi dan quality control yang ketat membuat produk PT Tata Logam Lestari lebih dipertimbangkan konsumen.

Selain genteng metal, produksi lain dari PT Tata Logam Lestari adalah taso, yaitu rangka atau kaso metal yang lazim digunakan untuk perumahan dan bangunan era sekarang. Fungsinya menggantikan kayu yang mulai susah didapatkan dan mahal harganya. Lantas ada pula kolom metal instant.Ini dalam proses pembuatan rumah konvensional adalah tiang cor-an yang merupakan kombinasi koral dan semen yang dimasukkan ke dalam tiang cor (rangka besi). 


Kolom metal instan menggantikan fungsi tiang cor ini. Dan, seperti kita ketahui, baja merupakan logam antikarat yang teruji kekuatannya. Si mas guide, orang dalam PT Tata Logam Lestari kemarin, punten, saya lupa namanya memberikan bocoran. Kekuatan dari kolom metal instan dan taso diuji di Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mendapatkan intensitas menahan beban yang kuat dipakai puluhan tahun, tahan guncangan seperti gempa dan tentunya aman.



Tidak heran, jika penggunaan taso dan kolom metal instant ini telah lumrah dilakukan pengembang properti ataupun bangunan pribadi. Biasanya kita mendengar istilahnya, menggunakan rangka atap baja ringan.

Semua proses produksi bahan-bahan bangunan tadi dilalui ke-10 blogger secara maraton sampai menjelang sore, Rabu, 10 Mei 2017 lalu. Mas-mas dan mbak-mbak yang pinter-pinter sigap menjawab semua pertanyaan. Sepertinya sih, mereka tukang insinyur seperti Si Doel Anak Betawi, soalnya pintar banget ngomongin istilah-istilah yang bahkan saya baru sekali dengar. Jadi maklum, cerita di sini yang umum-umum aja. Faktor U---mur sepertinya telah menjangkiti. Tolong, dimaafken....

Well, PT Tata Logam Lestari sendiri punya misi menyediakan bahan bangunan berbasis metal yang ringan, kuat dan cepat. Dari kesemua produk mereka, yang terakhir inilah yang berkesan bagi saya. Mengusung brand “Domus”, PT Tata Logam Lestari menyediakan rumah permanen instant. Emejing-nya, rumah ini cukup dibuat dengan waktu lima hari saja. Gila, nggak?

Pembeli hanya diminta untuk membuat pondasi dan lantai. Selain itu, serahkan kepada PT Tata Logam Lestari untuk mewujudkan rumah impian. Jaminan kekuatannya ada pada penggunaan taso, kolom metal instant dan genteng produksi sendiri. Dindingnya pun menggunakan hebes, model batako ringan yang praktis dan cepat disusun dibandingkan menggunakan bata merah. Kedengarannya mahal, iya nggak?

Ternyata tidak. Pembeli bisa menghitung harga setiap tipe rumah di aplikasi play store android, yaitu Simantapp. Selain desain yang sudah disediakan, bisa juga memilih desain custom sesuai keinginan dengan harga sedikit berbeda jika memesan desain yang sudah fix dari PT Tata Logam Lestari. Harganya Rp 1.25 juta untuk rumah satu lantai dan Rp 1.5 juta untuk rumah dua lantai untuk pilihan rumah custom. Artinya, desain disesuaikan dengan keinginan buyer.

Berapa harga rumah yang sudah ditentukan sesuai tipe-tipe? Anda bisa pikirkan sendiri, murah atau mahal. Dari aplikasi Simantapp yang saya lihat, masing-masing tipe 21 (Rp 16. 415.000) tipe 30 (Rp 20.685.000, tipe 36 (Rp 22.699.000) dan tipe 45 (Rp 27.315.000). Dengan harga ini, lima hari setelah transaksi, rumah impian pun sudah terwujud. Dahsyat? Perumahan model Domus ini sudah menjangkau pengembang perumahan di Pekanbaru, kota-kota di Pulau Jawa dan daerah lain. Termasuk mereka yang meminta PT Tata Logam Lestari membuatkan untuk rumah pribadi.


Domus menjadi inovasi revolusioner PT Tata Logam Lestari (Foto: Elzam)
Nah, Domus inilah yang membuat saya mikir lagi, nih. Bikin rumah tradisional atau rumah modern berkonsep Domus. Kemarin sih, tertarik, begitu melihat seperti apa jadinya rumah contoh yang diperlihatkan PT Tata Logam Lestari. Tidak jauh dari pabrik yang mereka punya. 

Bisa jadi nih, buat jalan tengahnya. Nanti bikin rumah inti dengan paket Domus. Kemudian untuk tambahannya sesuai ekspektasi saya pribadi, rumah bernuansa tradisional yang membuat kita berasa di kampung.

Jadi klop, rumah cantik modern-tradisional yang murah tapi berkelas. Sekarang lanjut dulu nabungnya, biar cepat direalisasikan. Aaamin.


Selasa, April 25, 2017

Gairah Keindonesiaan ala Semarang

Dua wanita dengan latar belakang kontras, tersenyum melakukan transaksi (foto: Elzam)

Saya cinta Indonesia, saya bangga lahir dan tumbuh di negeri ini. Saya suka traveling.

Dua hal inilah, cinta Indonesia dan traveling, menjadi modal saya mewujudkan mimpi, bertekad bisa mengunjungi seluruh kota-kota di Indonesia. Dari merasakan damai Pulau Sabang di Aceh yang menghadap samudera biru, hingga menyesap segar tanah bergunung-gunung milik Papua di ujung timur Indonesia. Sebelum saya sesumbar mengatakan pernah ke negara ini ke negara itu, dan memuji keelokannya, saya ingin setiap sudut Indonesia telah saya jejaki. Itulah tekad saya.

Tentang kota paling Indonesia, saya langsung teringat film Soegija. Maksudnya apa? Tepat sekali, saya ingin menyebutkan Semarang, kota tempat setting film Soegija tersebut bagi saya sejauh ini merupakan kota paling Indonesia. Setidaknya bagi saya yang telah mengunjungi hampir seluruh kota di Pulau Sumatera dan Jawa.

Soegija mengingatkan traveling saya yang sungguh berkesan dan berpikir inilah Indonesia sesungguhnya. Film karya Garin Nugroho dengan akting cukup apik dari sastrawan Nirwan Dewanto itu membayangkan saya ingin berada di Semarang tempo dulu. Merasakan denyut-denyut patriotisme yang sama, dengan perbedaan yang sebenarnya begitu banyak karena keragaman Indonesia itu sendiri.

Provinsi yang telah saya jelajahi di Sumatera adalah Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Lampung. Satu lagi, tentu saja Bengkulu, di mana daerah pegunungan dan pesisir membentuk lanskap yang menakjubkan dari tanah jajahan Inggris tempo dulu ini. Saya lahir dan besar di Bengkulu, sampai terdampar di Jakarta setelah menamatkan kuliah di jurusan Administrasi Negara Universitas Bengkulu tahun 2006. Budaya Melayu kental di daerah-daerah Sumatera, dengan pesona alamnya yang indah tak habis dieksplorasi. TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat) salah satunya, Saya suka berpetualang di hutan belantara yang melingkupi kawasan Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan sekaligus. Di sini ada Pusat Pelatihan Gajah Seblat, habitat puspalangka Rafflesia, fauna semacam harimau sumatera, macan, atau landak. Sayang, saya belum sempat mengunjungi Bangka-Belitung yang terkenal dengan pantai menarik.

Jawa Barat, Banten, Jakarta, Jawa Tengah, dan Jogjakarta pernah saya datangi. Di Banten saya beranjangsana dengan Suku Badui di Banten, plesir ke Anyer, menjejaki trek gowes mountain bike di Hutan Cidampit Serang, sampai mengelilingi Pandeglang yang tak ingin ada mal di kotanya. 

Di Jakarta, ehm ada banyak tempat yang menarik. Nongkrong di Kota Tua, mengelilingi Kepulauan Seribu (Pulau Pramuka, Onrust, Bidadari, Tidung, Pari, atau Harapan), Monas, aneka museum, wisata belanja, sampai TMII (Taman Mini Indonesia Indah). Ah, kata orang di Jakarta semua ada. Tidak salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar.

Di Jawa Barat saya sebatas mengunjungi objek-objek wisata di Bandung, Bogor, dan Sukabumi. Gunung Salak, Cikuray, Gede Pangrango pernah saya daki. Untuk rafting, Sungai Citarik memang menjadi magnet tersendiri. Sangat luas Jawa Barat untuk dikelilingi, butuh waktu yang panjang!

Bagaimana dengan Jogjakarta? Sejuta romantisme memang akan didapatkan. Budaya dan pendidikan menjadi identitas yang tak pernah mati. Tak pernah bosan mengunjungi Jogjakarta. Beruntunglah, saya berkesempatan mendapatkan traveling gratis mengunjungi Jogjakarta dan Jawa Tengah selama 15 hari dari Detikcom. Alhasil, saya menjelajahi Bantul, Gunung Kidul, Wonosobo, Semarang, Magelang, Banjarnegara, dan kota-kota lain di sini. 15 hari penuh berpetualang. Rafting di Serayu, menelusuri gua-gua dan sungai bawah tanah Gunung Kidul, camping di Pantai Kapen, menikmati sunrise di Puncak Sekunir Dieng, bercengkerama dengan Penduduk Gunung Merapi, sampai merasakan aura mistis di makam raja-raja Mataram Kuno. Termasuk wisata kuliner menikmati wedang uwuh, mie koplok wonosobo, dan belalang goreng buatan penduduk Wonosari, lengkap dengan sayur lombok ijo.  

Lantas, mengapa saya berpendapat Semarang kota yang paling Indonesia?

Paling membangkitkan gairah keindonesiaan saya, adalah atmosfir Indonesia yang saya rasakan tampil  iconic jika menelusuri kota-kota di nusantara. Saya sebut demikian karena  menjelajahinya membuat saya kagum sekaligus bangga menjadi bagian dari 230 juta-an penduduk Indonesia. Semarang salah satunya. Di kota ini, Indonesia tampil apa adanya dan mengalir dalam riak yang tak pernah terhambat. Rasanya manis menikmati sudut-sudut kota Semarang yang tak seberapa luas itu, Berpindah dari satu spot ke spot berikutnya dengan jarak yang tak terlalu jauh. Di kota ini, miniatur Indonesia terungkap dalam spirit keberagaman yang kuat dan menginspirasi saya untuk selalu kangen. Kota multikultural yang penuh pesona karena toh di sini perbedaan tetaplah mengidentitaskan satu, yaitu Indonesia kita. Indonesia saya, Indonesia kamu, Indonesia dia, Indonesia mereka….

Waktu itu saya mengunjungi Semarang menggunakan kereta api dari Jakarta. Turun di Stasiun Tawang, disergap cuaca yang hangat menjelang sore. Sejarah perkeretaapian Indonesia tak bisa lepas dari Semarang, karena kantor kereta api tertua berada di Semarang, apa yang sekarang di sebut Gedung Lawang Sewu di kawasan Simpang Lima. Begitu keluar dari Stasiun Tawang, saya langsung terperosok ke dalam sejarah kelam Indonesia. Little Netherland tampak begitu tua, setua negeri itu (Belanda) menjajah kita lebih tiga setengah abad, lebih lama dari penjajahan Portugis, Jepang, dan Inggris.

Di kota lama ini, sejatinya saya kagum dengan arsitektur gedung-gedung yang merupakan Belanda kecil di timur dunia. Bangunan khas  Eropa menjulang, berjendela besar, ventilasi melengkung, dengan pilar-pilar besar dengan tata letak teratur dan sinergis, seakan membenarkan rasa inferior yang menggelayut manja di benak orang Indonesia. Wong Londo dianggap kelas atas, terdidik, berilmu, dan bermartabat, meski sebenarnya mereka tetaplah penjajah. Saya sedih, tapi ini masih anggapan banyak orang Indonesia sekarang. Di mana terbukti layar kaca dan lebar kita bangga memajang wajah Indo di seni peran. Kuliner  western (dan luar negeri lainnya) menjamur, lalu seakan mengkasta di tingkat teratas. 

Dan saya lebih miris lagi, Kota Lama alias Little Netherland yang kokoh dan tetap berdiri berabad-abad ini memojokkan saya dengan Indonesia yang saya cinta. Kami kolonial membangun stasiun kereta api, gedung-gedung, jembatan dengan benar seakan-akan kami akan hidup ratusan bahkan ribuan tahun ke depan di Indonesia. Tapi sekarang, kalian membangun jembatan, jalan, atau mega proyek lain untuk waktu yang lebih singkat dari umur kalian satu generasi sekali pun, karena digerogoti mentalitas korupsi. Saya menikmati menyusuri Gereja Blenduk, Gedung Marabunta, Jembatan Berok, dan Folder Tawang. Tapi saya tak bisa menikmatinya dengan baik, begitu membandingkannya dengan bangunan-bangunan Indonesia yang kerapkali jebol, hancur, dalam hitungan bulan di media massa. Entah ini perasaan yang berlebihan atau tidak, tapi inilah yang sebagian membenak ketika saya menelusuri Little Netherland.

Namun di balik rasa miris tadi, saya pun masih tetap bangga menjadi bagian dari Indonesia. Di Kota Semarang saya melihat patriot-patriot sejati yang tak sekali pun meminta pamrih, apalagi tanda jasa. Di jalan-jalan Kota Semarang, saya kagum dengan bapak tua berkaki telanjang menjajakan wedang jahe, mbok-mbok penjual jajanan pasar, dan mas-mas pengemudi becak yang santun mengantar saya berkeliling. Bagi mereka ini, mencari nafkah bukan persoalan seberapa besar yang kita dapat, tapi seberapa keras kita berjuang dan berkah bagi keluarga di rumah. Pelajaran yang sangat sulit saya dapatkan melihat situasi bermasyarakat kita saat sekarang. Biasanya yang paling suka saya amati kehidupan sehari-hari masyarakat, lalu lalang di jalanan, dan pasar tradisional.

Seorang nenek yang berbelanja di Pasar Gang Baru, Semarang (foto: Elzam)
Di Pasar Tradisional Gang Baru, saya sangat tersentuh dengan praktik pluralisme masyarakat Semarang yang notabene terdiri dari banyak penganut agama. Ada Buddha dan Konghucu yang banyak dianut peranakan, Tionghoa, Nasrani, dan Muslim. Di Gang Lombok, pasar sepanjang jalan yang rasanya tak lebih dari satu kilometer ini semua tumplek-blek menjadi satu. Tidak ada lagi perbedaan, karena lebur menjadi satu kepentingan; berjual beli. Saya melihat perempuan tua Njawani berjualan jajanan tradisional  seperti gablok, jadah ketan, cetot, gendar, kue pandan, dan apem. Pembelinya tumpah ruah dari orang Tionghoa, Padang, Jawa, sampai Sunda. Di lain tempat, pedagang Tionghoa sibuk menjual peralatan sembahyang di kuil. Ada perempuan berjilbab yang sumringah melayani pembeli berkerudung sepertinya, tapi bukan muslim, melainkan seorang biarawati. Pemandangan ini membuat saya benar-benar haru, sekaligus bangga. Saya merinding. Seperti inilah Indonesia kita yang penuh perbedaan, yang seharusnya damai tanpa sekat yang harus dipaksakan dalam identitas-identitas personal/komunitas, tapi tak mengindahkan ragam lain yang juga punya identitas.

Bagian inilah juga yang membuat saya mengingat Semarang menjadi kota yang paling Indonesia yang pernah saya kunjungi. Kota tempat pastoral pertama Indonesia, Soegija membaktikan hidupnya untuk kejayaan Indonesia ini tampak sangat nyaman ditinggali oleh beragam latar belakang. Tidak heran di sini mesjid menjamur (dengan icon Mesjid Kauman dan Mesjid Agung Jawa Tengah) , vihara dan kelenteng bertahan, gereja menjulang. Sekolah-sekolah semacam pesantren atau kolose terbuka untuk didatangi setiap anak muda yang ingin memelajari keyakinannya.

Berkaca dari pengalaman menelusuri Pasar Tradisional Gang Baru yang buka subuh sampai menjelang tengah hari itu, saya tak lagi kaget dengan kultur paling Indonesia milik Kota Semarang. Di Kelenteng Sam Pho Kong, saya menikmati obrolan dengan peziarah muslim peranakan Tionghoa yang datang berombongan. “Cheng Ho adalah pelaut muslim yang gagah berani mengajarkan keteladanan simpati dan toleransi,” ujar bapak yang seingat saya mengaku bernama A Seng itu. Atas dasar itu pula, di Kelenteng Sam Pho Kong, banyak muslim berziarah. Selain tentunya penganut Konghucu, Buddha, ataupun Tao (keyakinan yang banyak dipeluk warga Tionghoa).

Sembahyang di kelenteng (foto: Elzam)
Lalu siapa yang tak mengenal herbal Indonesia kebanggaan Indonesia yang disebut jamu? Ketika berkunjung ke Museum Jamu Jago lagi-lagi saya dibuat bangga. Berkat usaha dan kerja keras T.K. Suprana, pemilik perusahaan jamu tertua Indonesia, jamu sekarang tak pernah lekang Berjaya. Bahkan menemukan bentuknya dalam bentuk yang modern menyesuaikan zaman, di samping jamu tradisional yang dijual dalam bentuk segar oleh mbok-mbok jamu dan tetap lestari.

Membicarakan kuliner pun, Semarang saya pikir tetap menunjukkan kota paling Indonesia. Ada soto kudus yang mengenyangkan, wedang tahu yang menghangatkan, lumpia yang eksotis perpaduan kuliner Tionghoa dan Jawa, ganjel rel yang merupakan makanan tempo dulu, atau wingko babat yang sebenarnya “impor” dari provinsi sebelah (Jawa Timur).


Jadi lengkaplah sudah. Jika ditanya harus ke manakah mengunjungi objek wisata untuk merasakan satu rasa paling Indonesia? Saya menjawabnya Kota Semarang dan saya tak akan pernah ragu atau enggan untuk mengunjunginya kembali. Dua hari sewaktu saya berkunjung tak cukup untuk menuliskan kesemua hal tentang kota di tengah-tengah Pulau Jawa tersebut. Di kota ini, sejarah, kultur, kebiasaan, dan keragaman suku menjawab inilah Indonesia sebenarnya. Satu kota paling Indonesia yang pernah saya datangi. Dan tentu saja, saya percaya masih ada kota-kota paling Indonesia lain dalam ruang, waktu, atau konteks yang berbeda. 

Rabu, Maret 22, 2017

Totalitas Persahabatan Tiga Gadis Cantik di Web Series Ciamik "Sahabat Total"

Posternya aja udah seru, ya? (Foto: panitia)
Tren web series yang tayang di jejaring sosial berbasis video model Youtube makin marak. Banyak brand yang ikut ambil bagian membuat semarak tayangan video di Youtube. Asalkan menghibur dan menarik dipastikan netizen bakal berbondong-bondong menonton. Lantas menjadi fans setia dengan subscribe, biar nggak ketinggalan nonton update-an. 
Bikin web series kreatif nan menghibur. Ini juga yang dilakukan Total8+ alkaline water. Bertajuk "Sahabat Total" web series-nya menarik karena memajang pemeran cantik-cantik dengan akting ciamik. Beruntung kemarin saya diundang untuk launching mewakili blogger, di Holiday Inn Hotel, Kebayoran Baru, Jakarta. 
Perjalanan naik motor bikin senewen dari Pasar Rebo. Sampai di Danau Sunter, hujan deras sekali mengguyur. Campur badai lagi. Mana belum tahu jalan. Tapi untunglah, dengan drama hujan-hujanan menderu deras, nyampe juga di acara. Pyiuuh... syukur nggak telat, karena acaranya belum mulai. 
Oke, udah sesi curhatnya. Balik lagi ke web series "Sahabat Total". Ceritanya Total8 + ingin mengkampanyekan gaya hidup sehat melalui web series menghibur dan komikal yang bisa ditonton netizen di kanal Youtube berjudul “Sahabat Total”.
Soal kenapa di Youtube? Ada alasannya, lho. 
“Kami menayangkannya di Youtube, karena bisa menjangkau semua orang. Tidak hanya Indonesia, tapi juga seluruh dunia. Selain pertimbangan, sekarang dengan berbagai kesibukan banyak orang yang tidak sempat menonton televisi saat ini,” ujar Aldi Trifantika, produser “Sahabat Total” Senin (20/3/2017) lalu.
Si Pinky alias Lola lagi ngomong. Aslinya emang lucu (Foto: Elzam)
Dibintangi oleh Intan Saumadina, Pinky Ovien dan Chika Audika, “Sahabat Total” menceritakan suka duka persahabatan Mila (Intan), Bela (Chika) dan Lola (Pinky). Ketiga gadis urban ini disibukkan dengan impian masing-masing yang terkadang berujung konflik. Meski demikian, tetap saja persahabatan yang tulus mengikat mereka untuk terus kompak. Berantem dikit, baikan lagi. Ehm, jadi ingat. Seorang sahabat saya yang sampai sekarang hubungan kami jadi dingin karena sesuatu hal. Sesuatu yang nggak ingin terjadi oleh saya sebenarnya. Ada advice buat solusinya? Wakakaka, curcol lagi dah.
Sempat nonton episode kedua bareng teman-teman media dan blogger. Bisa dijelaskan sebenarnya karakter Mila diceritakan seorang personal trainer yang bercita-cita  menjadi model profesional, yang kerapkali mengajak kedua sahabatnya untuk hidup sehat. Ada juga Bella yang berprofesi sebagai barista tapi hobi melukis. Lantas Si Lola yang bekerja sebagai karyawan perusahaan doyan ngemil. Mila selalu mengajak sekaligus mencontohkan Bella dan Lola untuk berolahraga teratur dan minum air putih yang cukup.
“Keinginan kami, semoga web series ini bisa mengajak kita semua terhibur dengan cerita persahabatan Mila, Bella dan Lola. Tentunya juga dapat memberi pesan kampanye sehat yang perlu dibiasakan,” ungkap Intan yang ikut hadir ditemani Pinky dan sang sutradara Subhan Lora dari Idealight Creative Indonesia.
Satu hal, saya nggak bosen liat si Intan. Kayaknya doi ini model cewek yang cocok buat ajang putri-putrian. Duduknya tegap, bahasanya tertata, dan senyumnya selalu terkontrol, ha-ha-ha.... Dan ternyata bener. Intan pernah jadi Putri Pariwisata. Sekarang pun dari cerita doi, sedang persiapan untuk ikut bertarung merebut mahkota Puteri Indonesia. Bikin lebih terkejut lagi, ternyata Intan mewakili Bengkulu. Jadi semangat mau nulis tentang Intan, sekaligus promote dia. Secara saya juga berasal dari Bengkulu. Sayangnya, ketika akhir acara dia sibuk wawancara dengan seorang rekan media. Tadinya mau wefie bareng, lalu pamer sama teman-teman sosmed saya di Bengkulu. Cuma si Kekey, bocah ajaib yang saya bawa merengek minta pulang. Ya udin lah, melayang kesempatan berbuat riya :D 
Subscribe kuy, biar nggak penasaran
Rencananya, akan ada 20 episode yang bercerita dengan tema yang berbeda-beda. Sementara episode pertama telah tayang 1 Maret 2017 lalu. Setiap bulan Total 8+ alkaline water akan mengunggah episode baru di tanggal satu atau tengah bulan (pertengahan minggu kedua). 
Setiap cerita pun diupayakan relevan dengan tren dan timing peristiwa yang terjadi sehari-hari. Misalnya episode Ramadhan dengan aktivitas puasa, traveling dan sebagainya. Satu yang bikin saya penasaran, ketika nonton episode yang ditayangkan pas launching, scene demi scene cuma ceritain tiga cewek cakep tadi. Dan shoot-nya cuma di interior, jadi sedikit boring. Cuma bisa dimaklumi, dengan durasi sekitar empat menit tentu ada keterbatasan dari Idealight selaku rumah produksinya. Nanti kepanjangan bikin cerita dengan lokasi syuting di mana-mana, netizen malah protes karena kuota abis, wakaka.... Nggak, ding! Idealnya memang segitu juga udah cukup. Web series kan harus menghibur, ringan, padat cerita dan tetap ada value yang bisa dipetik. 
Lagi pula, sang sutradara juga menjanjikan ceritanya akan terus berkembang semakin menarik, semakin konyol dengan tingkah Si Lola (yang kabarnya sering bikin banyak cut ketika ngambil gambar, karena kru pada nggak tahan untuk ketawa). Soal figuran lain, tenang. Spoiler, akan ada pemeran lain nanti. Nggak mulu Trio La La La alias Mila, Bella, Lola. Ada juga pemeran cowok. Dan gue ngebayangin ini pasti soal failing in love atau justeru rebut-rebutan cowok? Entah lah. Kita tunggu aja lah, kuy.