Selasa, Agustus 08, 2017

Film "Nyai Ahmad Dahlan", Heroiknya Perempuan Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia


Soekarno pernah bilang, "Jasmerah, jangan melupakan sejarah..."

Untuk ukuran Indonesia, yang sebentar lagi memasuki 72 tahun kemerdekaannya, maka sejarah bagaimana perjuangan melepaskan bangsa dari belenggu penjajahan asing belum jauh-jauh amat. Masih cukup banyak veteran perang yang bisa ditemui, bahkan...

Tapi rasanya, sejarah menjadi bagian asing yang mulai jauh dari anak-anak sekarang, generasi muda. Entah karena minat mempelajari sejarah yang minim, alih-alih kita terpapar banyak pengaruh luar. Penjajahan model baru... Idola sekarang berkiblat ke luar, banyakan hasil produk budaya pop semacam aktor/aktris, penyanyi luar.

Sejarah kepahlawanan Indonesia tertutup oleh lembaran buku-buku, arsip dokumentasi di museum-museum. Susah untuk diketahui, kecuali di bangku sekolah yang tentu saja rasanya berbeda transfer spiritnya.

Jadi tidak heran, mengikuti arus tren kekinian. Belajar sejarah harus lebih kreatif. Kalau Hollywood dengan entengnya membombardir dunia lewat betapa heroiknya Amerika, Korea membius anak muda dengan kisah kolosal sejarah mereka. Maka Indonesia pun bisa. Dan sudah dilakukan beberapa tahun terakhir dengan mulai banyaknya film yang diangkat dari ketokohan seeorang. Soekarno, Ahmad Dahlan, Habibie, Cut Nyak Dien, pernah difilmkan.

Teaser Film Nyai Ahmad Dahlan


Tahun 2017 ini, Iras Film mempersembahkan film "Nyai Ahmad Dahlan". Di benak kita, sebagian besar masyarakat, adalah sosok wanita yang masih samar-samar, katakanlah menjadi bagian dari anak bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jujur, saya pun begitu. Meski pun tahu, Pemerintah memang telah menganugerahkan beliau sebagai pahlawan pejuang kemerdekaan. Tapi sebatas itu yang saya ketahui. Dan fakta dia adalah seorang istri Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Kemarin, Kamis (3 Agustus 2017), alhamdulillah mendapat kesempatan mengikuti press conference Film Nyai Ahmad Dahlan. Surprise sekali, ternyata yang memproduseri Nyai Ahmad Dahlan sekaligus skenarionya adalah Dyah Kalsitorini. Ehm, saya pikir masih muda, hahaha... Dulu tulisan-tulisan Mbak Dyah ini selalu saya pantengin di Aneka Yess. Rata-rata cerpen gokil, bahkan ada serial hantu Zahara yang kocak abis. Hebat euy, karirnya... Dari penulis cerita remaja ke film...

Nyai Ahmad Dahlan diperankan oleh Tika Brivani. Artis spesialis biopic yang pernah memerankan Athirah (ibunda Jusuf Kalla) dan Fatmawati (Ibu negara pertama, istri Bung Karno). Ini kali pertama saya melihat Tika langsung. Mukanya serius, jadi saya pikir nih artis sedikit jutek. Tapi ternyata begitu senyum dan ketawa... Uwow, langsung kepincut. Cantik dan renyah. Dan baru kemarin ngobrol ama istri baru tahu kalo Tika sudah menikah dengan Dimas Aditya :-/

Saking terpesonanya dengan Tika, di akhir sesi tanya jawab saya nunjuk tangan. Bukan buat nanya, cuma buat bilang doi cantik, haha... Sekarang lagi hunting film-film Tika yang emang belum saya tonton itu, maafken....

Tika Bravani, Ehm...


Balik ke Nyai Ahmad Dahlan, sebagai film biopic, ini pasti sangat keren. Apalagi settingnya Jogjakarta. Tempat di mana kerinduan setiap orang selalu tercurah ke sana. Jogja itu, meski panas tapi adem. Jogja itu, meski ramai tapi menenangkan. Jogja itu meski modern, tapi juga klasik. Jogja itu meski maju, tapi sederhana. Jogja itu...

Selama ini saya berpikir tradisi keislaman yang paling lekat di Indonesia itu adalah Sumatera Barat, Aceh, Makassar, Nusa Tenggara Barat. Setidaknya dari buku-buku yang sempat saya baca. Kalo Jogjakarta, saya pikir biasa-biasa saja, lebih banyak kejawen yang sebenarnya bercampur dengan ajaran njawani yang lekat dengan animisme. Begitu pikiran saya. Kecuali Muhammadiyah, saya tahu berdiri di Jogjakarta, tapi seberapa kuat mewarnai keberagamaan masyarakatnya secara luas dan terbuka...

Setidaknya, saya berharap Film Nyai Ahmad Dahlan bisa membuka cakrawala berpikir bagaimana Islam adalah bagian penting dari sejarah Jogjakarta, sejarah Indonesia. Spirit yang dibawa Nyai Ahmad Dahlan (dan tentu istrinya) merupakan spirit sekaligus aksi nyata membangun Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Dan itu memang sudah diakui sejarahwan dan Pemerintah. Gaungnya mesti diperluas.

Dari cerita sang sutradara, Olla Atta Adonara, sebenarnya ada scene khusus antara Nyai Ahmad Dahlan tua yang sudah sakit-sakitan dengan Soekarno. Proklamator itu mendatangi Nyai Ahmad Dahlan di pembaringannya, duduk di lantai dan bercengkrama. Ini membuat saya merinding. "Tapi pada akhirnya adegan ini dihapus, ada pihak-pihak yang berkeberatan, kita sendiri tahu lah...," gitu kira-kira ujaran Olla ketika itu. Sayang banget. Tapi sebagai gantinya, ada scene ketika Nyai Ahmad Dahlan sedang berjalan-jalan dan mendengar suara radio. Soekarno lantang meneriakkan kemerdekaan.

Kru dan pemain pendukung Nyai Ahmad Dahlan


Tika Bravani sendiri bermain bersama David Chalik yang menjadi Kyai Haji Ahmad Dahlan. Dari Nyai Ahmad Dahlan gadis, ibu-ibu, sampai uzur diperankan oleh Tika semua.

Sebagai pahlawan, Nyai Ahmad Dahlan terlibat langsung mendirikan dapur umum untuk pejuang, menggerakkan wanita-wanita lain. Dia juga aktif bertukar pikiran dengan Panglima Besar Soedirman dan Soekarno. Makanya, sayang banget kalo adegan dengan Bung Karno yang dramatis itu harus dihapus sebenarnya. Hebatnya, sebagai seorang perempuan Jawa, yang kita tahu benar posisinya dengan pria ketika zaman itu. Bahkan sekarang ini pun, di mana wanita menjadi sosok belakang layar atau terdoktrin harus manut apa kata pria. Baik suami, ayah, atau saudara lelakinya. Nyai Ahmad Dahlan sudah sangat terbuka dan menjadi satu-satunya perempuan pertama yang pernah memimpin Kongres Muhammadiyah tahun 1926. Berbicara di depan 500-an orang dari seluruh Indonesia di waktu itu.

Film Nyai Ahmad Dahlan juga menjanjikan film ini juga menceritakan bagaimana sosok pahlawan wanita tersebut menjadi pribadi yang sangat santun dan memuliakan suami. Di balik ketegasan dan emansipasinya di luar sana... Subhanallah...

Mbak Dyah sendiri memerlukan riset 6 bulan untuk menyelesaikan skenario. Ini karena terbatasnya literaratur yang tersedia. Namun dia banyak dibantu oleh keluarga Nyai Ahmad Dahlan, bahkan 90 persen pemain adalah keluarga besar Ahmad Dahlan. Barang-barang yang bernilai sejarah pun ikut ambil bagian menjadi properti film, seperti selendang yang dipakai oleh Nyai Ahmad Dahlan ketika memimpin kongres tadi.

Keluagra Nyai Ahmad Dahlan berfoto dengan Olla Adonara (sutradara dan Tika Bravani)

Penasaran untuk menonton utuh film ini. Kapan preview filmnya nyampe, nih? *Eh

Yang pasti Nyai Ahmad Dahlan akan hadir pada 24 Agustus 2017 mendatang. Catat dan mari mengetahui sejarah bangsa dengan cara yang menyenangkan.

1 komentar:

  1. Keren nih tulisannya. Mengingatkan kita untuk menghargai pahlawannya sendiri

    BalasHapus

Hayuk-hayuk, kumen di sini biar saya tahu respon Anda di sajian ala kadar KecekAmbo, ukeh, ukeh... :-D

Bonusnya, ntar saya balik silaturahim, Insya Allah... ;-)