Selasa, Maret 01, 2011

Sebuah Kata Rahasia



Judul: Antologi 12 Cerpen Pilihan Annida Online “Sebuah Kata Rahasia”
Penulis:Tetsuko Eika, Gusrianto, Lukman Mahbubi, Eka Retnosari, Andi Asrizal, Adi Zam zam, Syamsa Hawa, Irhayati Harun, Sam Edy, Ganda Pekasih, Zahriyah Inayati, Elzam Zami
Editor: Tim Annida Online
Penerbit: SMG Publishing
Tahun Terbit: 2010, Juni
Ukuran: 20x13 cm; 150 gr

Paket Komplet yang Menggigit



Meski Novel masih merajai pasar fiksi saat ini, dan kumpulan cerpen (kumcer) sudah melewati masa keemasannya, akan tetapi kehadiran 12 cerpen dalam Antologi ini tampaknya bisa menjadi penyulut kerinduan terhadap kumpulan cerpen berkualitas. Bagaimana pun, tidak semua orang bisa dengan cepat melahap dan mencerna pesan dalam sebuah novel yang terdiri dari ratusan halaman, sementara itu, hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja untuk menangis, tersenyum, atau terpingkal ketika membaca sebuah cerpen, begitu pun dalam meresapi pesan yang dikandungnya.

Apa yang membuat Antologi Sebuah Kata Rahasia ini lahir menentang arus membanjirnya novel di pasaran? Apakah ada sesuatu yang cukup spesial yang ditawarkan di dalamnya sehingga yakin dapat eksis di tengah gempuran teenlit, chicklit, dan novel-novel pembangun jiwa-raga yang saat ini digemari masyarakat? Jawabannya, tentu saja!

Jika buku diumpamakan seperti Pizza, meminjam pengandaian Hernowo yang menulis Andai Buku Sepotong Pizza, maka antologi Sebuah Kata Rahasia merupakan seloyang besar pizza yang tiap potongnya memiliki rasa dan topping yang berbeda-beda. Inilah yang menjadikannya pantas membikin penasaran siapa pun pecinta pizza—ups, pecinta buku maksudnya.

Bagi pecinta cerpen-cerpen ”kelas berat” (yang layak disematkan gelar “karya sastra”), mungkin cerpen ”Sepenggal Kejujuran Iblis” yang ditulis oleh seorang santri dari Madura ini bisa menjadi cerpen unik dan menarik yang asyik untuk ditelisik. Pertama, cerpen ini menggunakan sudut pandang yang tak lazim, yaitu sudut pandang orang kedua. Sepanjang umur Annida-Online, baru dua cerpen saja yang penulisannya memakai sudut pandang ini. Selain aneh, karena menjadikan pembacanya seolah berperan sebagai tokoh utama, sudut pandang ini juga tidak mudah dituliskan. Dalam cerpen ini, pembaca seolah-olah menjadi tokoh bernama Nuh, yang oleh iblis selalu disebut ”kau”.

Kedua, cerpen ini mengisahkan sesuatu yang tak lazim pula. Terinspirasi oleh kisah Odipus, tokoh Nuh rupanya menemukan sosok bayi di pantai Lombang, yang tidak lain adalah anak sekaligus cucunya sendiri. Bayi hasil perzinahan istri dan anak lelakinya yang berhasil diperdaya iblis!

Nah, selain cerpen karya Lukman Mahbubi tersebut, karya Andi Asrizal yang berjudul “Ranah Pilu Lelaki Senja” juga bisa disebut nyastra. Akan tetapi, dominan warna lokal alias kedaerahan pada cerpen ini sangat kuat. Jadi bagi para pecinta karya sastra yang berlatar daerah, jangan lewatkan cerpen yang sarat kritik sosial ini.

Bicara tentang kritik sosial, cerpen “Balada Pengemis” yang ditulis Irhayati Harun juga mengemas kritikan pedas menjadi nikmat, mungkin judul aslinya “Balado Pengemis”. Ditulis dengan alur mengalir, kegeraman penulisnya akan fenomena “anak pengemis”, yaitu anak yang ngiler dan sangat tergantung pada harta plus warisan dari orangtua, sungguh bisa menjadi cerminan bagi tiap kita. Jangan-jangan kita juga pengemis bergamis, atau pengemis berkumis.

Masih untuk para pecinta “sastra serius”, ilustrasi roda kehidupan di kalangan orang-orang menengah ke bawah bisa ditemukan dalam potret 3 tokoh: “Tukang Es Doger, Tukang Payung, dan Seorang Ibu”, karya Eka Retnosari ini cukup apik, menggabungkan 3 tokoh yang sama sekali tidak mengenal, tidak bertautan, bahkan nyaris tidak berdialog, tapi terhubung dalam satu garis merah bernama uang seribu rupiah.

Bagi penggemar cerpen puitis, ada cerpen “Melukis Senja Jogja” karya Elzam Zami yang menutup seluruh cerpen dengan manis. Meski lebih mirip sebuah catatan perjalanan dan sepenggalan potret kehidupan, namun cerpen ini ditulis dengan kata-kata puitis berbaris-baris, membangun suasana syahdu, menggunakan berbagai majas yang kaya, sehingga membuat pembaca serasa bernostalgia di Jogja.

Kalau kebetulan pembaca buku ini mencari cerpen yang romantis, tersedia pula! Bukalah cerpen rajutan Zahriyah Inayati yang berjudul “Sang Perantara Cinta”, rasakan kejujuran bertuturnya di cerpen tersebut, yang diakui terinspirasi dari True Story. Belakangan, penulis yang berprofesi apoteker ini semakin giat memproduksi cerpen, luar biasanya… kesemuanya terinspirasi dari kisah pribadinya juga. Wow!

Bagi para pecinta karya motivasi. Belakangan ini, pasca meledaknya tetralogi Laskar Pelangi, memang banyak orang yang terinspirasi untuk membuat impian, bercita-cita tinggi. Nah, buat para pemimpi… cerpen Mutiara Pesisir milik Ganda Pekasih dalam buku ini bisa menawarkan sesuatu yang berbeda. Sama-sama tentang impian, tetapi penulisnya tidak terjebak karya klise mengenai perjuangan-kerja keras-kemudian berhasil! Ia justru menyandingkan impian tersebut dengan dongeng Nenek Srintil. Nenek siapakah itu? Apa hubungannya impian dengan Nenek Srintil? Penasaran?

Pecinta cerpen “kelas ringan” alias cerpen populer, yang tidak sampai membuat kening mengernyit, alis mata bertaut, dahi mengerut, bahkan bisa jadi sebaliknya, membuat suasana ceria, bibir tertawa, dan disudahi dengan nafas lega, ada cerpen “Kakek-Kakek Duniawi” karya Gusrianto yang meskipun ringan tapi berbobot, dan mampu berkali-kali membuat pembaca tergelak sekaligus merenung (sambil nyengir). Jangan sampai terlewatkan!

Demikian pula “10 Hari Tanpa Pulsa” milik Adi Zam zam, juga cerpen “Gara-gara Macan” Syamsa Hawa yang sama-sama menyindir manusia masa kini tapi dengan gaya bertutur meremaja. Bukankah banyak manusia zaman sekarang yang merasa tidak bisa hidup tanpa HP, tanpa pulsa, tanpa online? Dan juga sangat percaya pada zodiak, ramalan, meski tidak sampai ke dukun? Yang berjiwa remaja musti baca kedua cerpen ini!

Selanjutnya, cerpen “Tahlilan vs Rokok” buah pena Sam Edy, sungguh cerpen yang amat cerdas memukul telak para pecinta rokok, pemerintah, juga para pemuka agama yang tidak tegas menetapkan hukum merokok. Perlu dibaca oleh siapapun yang sering berada dalam dilema kronis: menegur para perokok atau sekedar menghindarinya.

Terakhir, para pecinta karya humanis, cerpen yang menjadi Lead judul buku ini wajib dibaca oleh setiap anak di seluruh dunia, baik yang sudah berumur, maupun yang di bawah umur (?), ini adalah sebuah cerpen yang menembus perbedaan agama, warna kulit, jenis rambut, bentuk hidung, atau perbedaan suku, “Sebuah Kata Rahasia”, karya Tetsuko Eika (yang meski kedengeran Jepang banget, tapi ternyata asli Bandung).

Cerpen ini sungguh pandai menyembunyikan kata rahasia yang dinantikan oleh setiap ibu dari anak-anaknya. Baru di akhir cerita kita dapat mengetahui apa sebenarnya kata rahasia itu. Dan di detik itu pulalah kita bisa merasa sangat terharu dan—bagi yang melankolis dan punya pengalaman empiris—pasti menangis.

Akhirnya, paket komplit yang tersedia untuk semua kalangan inilah yang menjadi penguat karakter Antologi cerpen pilihan Annida Online ini. Setelah semua potongan pizza itu habis dilumat, tidak hanya membuat para penikmat berkata “Hmmm… lezaaat!” tapi juga membangun tekad untuk menjadi insan yang lebih baik lagi dari sebelumnya, insya Allah.
Tertarik mencicipi paket komplit yang “menggigit” ini? Jangan minta apalagi pinjam, beli doong! [Annida-Online]

**Ini buku cerpen yang terbit ketika aku masih kru Annida. Cerpenku masuk bukan karena KKN lho, tapi emang proses seleksinya melibatkan semua redaksi dan respon pembaca, hehehe. Masih tersedia, kalo mau beli, klik aja www.annida-online.com ya :-D **

2 komentar:

  1. Salam sahabat. Blog ini tentang refrensi buku yah.? mantap Referensinya Mas. Ane Saran gimana kalo Sekali kalibuku Islami. heheh. Itu cuman saran

    BalasHapus
  2. Salam....

    Hehehe...Ini blog macam-macam aja. Semua yang terlintas, terutama dunia tulis-menulis. Buku Islami sering baca, ntar lah resensinya ditulis ya...

    BalasHapus

Hayuk-hayuk, kumen di sini biar saya tahu respon Anda di sajian ala kadar KecekAmbo, ukeh, ukeh... :-D

Bonusnya, ntar saya balik silaturahim, Insya Allah... ;-)