Kamis, Desember 04, 2014

Perempuan-Perempuan yang Dicekam Sunyi karena Perkawinan


Judul                 : SUNYI

Jenis                  : Novel

Pengarang         : Eni Martini dan Ifa Avianty

Penerbit             : Panser Pustaka (Cetakan pertama, Oktober 2013)


Halaman            : 240

Foto oleh: Sri Rahayu
Sedikit novel yang berani menceritakan masalah rumah tangga yang penuh perdebatan sekaligus sensitif. Kemudian menulisnya lewat novel yang renyah. Salah satunya adalah novel berjudul Sunyi, besutan Eni Martini dan Ifa Avianty. Duet penulis ini cukup berhasil menceritakan poligami dalam sudut pandang yang wajar. Terutama dalam kaca mata perempuan. Di mana poligami menjadi wacana sekaligus praktik yang tak ada habisnya dibahas tiap orang. Dalam obrolan santai ataupun yang lebih serius semisal seminar. 

Novel sunyi menceritakan tiga perempuan berikut dengan masalah masing-masing nan pelik. Semuanya terkait perkawinan, yang menciptakan ‘kesunyian’ di tiap tokoh. Ada Melati, pemilik daycare bersuamikan Radit, si work-holic sebagai ilmuwan, yang membuat depresi istrinya karena sikap apatis yang kentara. Malaya, teman SMA Melati, pemilik coffee shop yang kesepian karena jodoh tak kunjung bertemu. Padahal usianya menginjak 35 tahun. Kemudian Soraya, karyawan Melati yang bersuamikan Reza dan sayangnya mandul. Rasa sunyi membuat Soraya bekerja sebagai pengasuh anak-anak. Di sisi lain, kerinduan pada keturunan membuat Reza ingin menikahi Malaya. Ia biasa bertemu Malaya ketika menikmati secangkir kopi di coffe shop. Sementara Soraya, sejujurnya tak sanggup berbagi suami, tapi ketegasan tak ditampakkannya, membuat Reza berpendapat Soraya bersedia dimadu (hal. 148).

Melati tak tahu, jika nama Reza yang melamar sahabatnya  adalah suami Soraya. Ketika misteri terbuka, dirinya tak kuasa memihak pada Soraya atau Melati. Baik Malaya atau Soraya sama-sama dicintainya, berharap kedua perempuan itu mendapatkan kebahagiaan. Soraya galau di tengah keriuhan Malaya mempersiapkan pernikahan. Istri Reza yang mencintai sang suami sepenuh hati itu tak bisa tegas berkata jujur. Keadaan dirinya yang tak bisa memberi keturunan meruntuhkan kepercayaan diri. Di sisi lain, biduk rumah tangga Melati dengan Radit terombang-ambing karena ketidakjujuran keduanya dan komunikasi tak bernyawa. Padahal di mata Soraya dan Malaya, Radit-Melati dengan karunia anak bernama Zea merupakan tipikal keluarga bahagia. Keduanya kagum. Tentunya juga iri melihat Melati mendapatkan semuanya. 

Di Bab 16 (hal. 178), Melati dilarikan ke rumah sakit karena memikirkan Radit yang sibuk sendiri.  Penyakit autis asperger membuat ia demikian sibuk dengan diri sendiri, tak percaya diri. Itu juga yang menyebab Radit melarikan kegersangan hati dengan terus bekerja. Keadaan semakin gawat karena keluhan Soraya pada Melati. Tentang nasibnya yang akan segera menjadi korban poligami. Malaya jadi bimbang, ketika tiba-tiba Melati memberikan pesan via ponsel yang penuh tanya, apakah Malaya bisa bahagia bersama Reza? Sementara di ujung sana ada perempuan pemilik pertama sang lelaki terluka. (hal. 176).

Pada akhirnya kejernihan hati dan kejujuran menjadi solusi konflik batin tiap tokoh dengan kesunyian masing-masing.  Eni Martini dan Ifa Avianty tak mencoba membuat cerita poligami dalam novel ini menjadi begitu kejam. Lalu mengadu pihak yang pro dan kontra ngotot pada argument masing-masing. Soal wanita yang bersedia dimadu atau tidak, dikembalikan pada keputusan dan kehendak para perempuan itu sendiri. Silakan menolak, silakan pula menerima! Para lelaki harus menghargai dan menerima pilihan mereka. Walaupun hukum dalam Islam membolehkan. Dengan demikian, novel ini seperti mengajak pembaca menarik benang merah. Lakukan praktik berpoligami, tapi jika dengan dua istri tersebut pelakunya tak bahagia, berpikirlah untuk tidak melakukannya. Simpel sekali!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hayuk-hayuk, kumen di sini biar saya tahu respon Anda di sajian ala kadar KecekAmbo, ukeh, ukeh... :-D

Bonusnya, ntar saya balik silaturahim, Insya Allah... ;-)