Selasa, November 13, 2012

November Rain dan Kebun Kecil Kami


November rain....
Hujan bulan November....


Tidak asing saya mendengarnya kata hujan atau rain (Inggris).  Begitu manis, begitu magis. Dan entah kenapa, November rain lazim menjadi ungkapan yang identik dengan romantisme, syahdu, atau khusyu. Saya tak paham benar alasannya. Di jejaring sosial teman-teman membicarakannya, di blog puisi bertabur. Dan kita tak pernah lupa, band lawas Gun N’ Roses menyenandung lirik berjudul demikian juga, November Rain.

Tapi benar adanya mendengar atau membaca kata November rain di update status jejaring sosial teman, saya terperangkap suasana yang khas. Menyesap sejuk segar menebarkan damai yang entah kenapa. Tentang pengharapan, kecintaan, bahkan kekecewaan bisa senada dengan kata November Rain. Tergantung lintasan pikiran ketika kata ini mampir dalam memori kepala.

Dan petang tadi, hujan kembali menyapa Jakarta kali ke sekian hingga pertengahan November. AC kantor yang menyala membuat dingin menelisik hingga jari-jari ciut. Dari jendela kantor, apapun tentang hujan, saya merasa damai. Saya harap juga di luar sana.

Meski sudah lumrah, saat hujan jalanan Jakarta menjadi kian macet karena arus kendaraan melambat. Mobil berhati-hati takut kotor. Jutaan motor berteduh di bawah jembatan layang, menyisakan umpatan pengendara lain yang terganggu. Para pekerja berlindung di pinggiran gedung dan emperan toko-toko sambil mengeluh. Setengah merutuk, “Huh, hujan bikin telat pulang aja. Nggak tau orang capek apa?” Air melimpah di mana-mana. Tidak bening lagi, seperti ketika langit menumpahkannya dari langit. Kotor bercampur tanah dan residu kendaraan yang bernyawa solar atau bensin. Lalu di beberapa titik Jakarta warga mungkin cemas, takut jika hujan menjelma banjir. Semoga tidak.

Saya membayangkan seuprit halaman di depan rumah petak kami di Pasar Rebo. Tidak bisa di katakan halaman bertanah malah. Lebih pada bekas coran semen yang rusak berlubang-lubang, he-he-he.... Batang pare mungkin sekali mulai merambat pada dua pasang bilah bambu kurus yang saya pancangkan bersilang. Ada lima batang kalau tidak salah. Beberapa pohon pepaya yang begitu saya pindahkan dari pot ke tanah masih melengkung lemas pastilah sudah tegak. Saya tanam jarang di pinggiran tembok dan tempat dedaunan menumpuk (yang ini bukan halaman rumah kami sebenarnya, tapi tetangga petakan samping). Ada pula cabe yang mulai bertunas, sebatang serai, dan daun saga yang ternyata cepat membelukar gara-gara November rain. Pada daun saga ini, saya dan istri sangat berterimakasih. Ketika Kekey (1, 5 tahun) putri kami  batuk dan obat apotik tak bisa menyembuhkannya, dengan sedikit garam saya melumatkan beberapa lembar daun saga ditambah seruas kencur. Air ramuan tadi sukses membuat batuk Kekey reda, alhamdulillah. Semua tanaman ini hasil iseng-iseng. Ditabur bibitnya oleh saya atau istri ketika menemukan cabe yang busuk, melahap pepaya yang subhanallah manis sekali, atau membeli pare yang terlalu tua sehingga lebih pantas menjadi bibit ketimbang oseng-oseng.

Tahun lalu, tanah seuprit itu membelukar dengan cabe yang juga hasil iseng-iseng nenek Kekey ketika datang ke Jakarta. Sangat subur dengan pupuk kotoran kucing tetangga depan, selain kompos yang dibeli dari penjual tanaman keliling. Hasilnya lumayan sekali, karena beberapa bulan tak perlu membeli cabe.

Mudah-mudahan November rain tahun ini memberi banyak kebaikan bagi kami. Ya, tidak seberapa lah hasil "berkebun" kami. Cuma rasa senang saja melihat ijo-ijo di depan rumah petak. Menyemak di depan teras kecil dengan deretan pot usang berisi mawar dan tanaman hias indah yang saya tak tahu namanya.

Bagaimana tidak, awalnya saya sempat pesimis kemarau 2012 berkepanjangan. Hujan baru akan turun di ujung tahun atau awal 2013, sesuai prediksi para ahli. Syukurlah, tidak terbukti. Akibat kemarai, Agustus saja air tanah yang mensuplai kebutuhan air di kantor mulai kering, apalagi jika kemarau lebih lama.

Makanya, saya wanti-wanti sekali. Sekesal apapun saya karena hujan membuat aktivitas terganggu, saya mewajibkan diri jangan sampai mencela hujan. Air adalah kehidupan yang mengalir di sungai-sungai kita, empang-empang kita, dalam fotosintesa dedaunan tanah kita, minuman hewan peliharaan kita, dan darah kita.

Allahumma Shayyiban naafi’a (Ya Allah, jadikan hujan ini hujan yang membawa manfaat kebaikan).

Lalu, tentang banjir di Jakarta dan di sudut lain nusantara kita? Nah, itu soal lain lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hayuk-hayuk, kumen di sini biar saya tahu respon Anda di sajian ala kadar KecekAmbo, ukeh, ukeh... :-D

Bonusnya, ntar saya balik silaturahim, Insya Allah... ;-)