Betsy telah menjadi satu anggota keluarga yang menyenangkan bagi Mrs. Dawson. Setidaknya ia mempunyai teman ngobrol sekarang setelah Mr. Dawson meninggal dua tahun yang lalu. Persis bersamaan dengan putranya memutuskan untuk menerima tawaran bekerja sebagai bankir di perusahaan perbankan bonafide di New York. Jarak bermil-mil antara negara bagian yang menjadi tempat tinggal keluarga mereka, Nevada dengan New York tentu saja membuat Josh memilih tinggal di New York. Di apartemen dua kamar yang nyaman, tepat di pusat kota, di antara jajaran pencakar langit.
Rumah cantik yang berdiri kokoh itu
bergetar, ketika seorang perempuan berteriak menggelegar. Betsy
terlalu sering menghilang beberapa waktu jika luput dari perhatiannya.
“Betsy…Where are you? Honey…!”
teriaknya lantang sambil tergopoh-gopoh. Dasar
makhluk nakal! Betsy selalu membuat ulah dengan merepotkan wanita tua
sepertinya untuk selalu mencari di setiap sudut ruangan. Mengobok-obok setiap
lemari, tempat tidur, keranjang, atau sofa. Kadang-kadang ia akan muncul tiba-tiba tanpa merasa bersalah. Mrs.
Dawson akan tersenyum serta memukul lembut Betsy dengan sayangnya.
“Ke mana saja kau meninggalkang Grandma,
Betsy? Apa tidak ada waktu untukku sekadar memelukmu dengan hangat,” ujarnya
dengan penuh perasaan.
“Guk…guk…guk…!”
Mrs. Dawson riang tersaput respon
Betsy, “Nah, begitu kau harus belajar untuk memahami grandma yang rapuh
ini”
***
Selalu saja ada kerinduan pada Josh
bagi Mrs. Dawson ketika melihat Betsy. Mereka sosok yang berbeda namun
mampu mengisi dua ruang yang ia tempatkan di hatinya. Satu untuk Josh dan satu
untuk Betsy.
“Mom, don’t worry! Saya akan
selalu mengunjungimu sewaktu-waktu,” janji Josh ketika selesai pemakaman
daddy. Saat-saat di mana pemuda
berambut pirang kemerahan itu mengetahui galau hati sang ibu. Tentu saja mom
akan disergap rasa sepi dalam menjalani hari-hari tuanya, pikir Josh waktu
itu.
“Adakah sosok yang mampu
menggantikan orang-orang tercinta untuk beberapa saat ketika mom
sendiri, Josh…” keluh wanita tua itu lebih kepada pengharapan. Sesuatu berupa
keajaiban yang membantu membuat lengkap hari-harinya. Sejak kematian suaminya
ia selalu merasa akan mengalami kesendirian. Tanpa siapa pun lagi.
Josh
tersedu! Ia tidak tahu harus memberikan apa untuk ibunya. Pemuda itu tak
mempunyai alternatif lain untuk ditempuh, membatalkan kontrak kerja sebagai bankir
misalnya. Ia telah bertekad untuk menjadi seorang profesional yang handal dalam
perbankan. Kontrak kerja itu menjawab keinginannya dan menuntut ia berkorban.
Terkadang terpikir juga oleh Josh ibunya
mungkin terlalu kolokan. Ditepisnya pikiran itu jauh-jauh. Bagaimana pun ia
masih menghargai keinginan mom. Tidak semua kemandirian harus dibuktikan
dengan tinggal sendiri di apartemen seperti kebanyakan anak-anak Amerika,
padahal mereka berada di kota
yang sama. Josh menilai kemandiriannya lebih kepada bukti cinta yang selalu
hadir bersama orang tuanya. Buktinya sekarang cinta ibunyalah yang membuat ia
mampu menyelesaikan college, terhindar dari narkoba maupun alkohol. Ia
harus berbuat sesuatu ketika ia telah tinggal di apartemen sendiri nantinya. “Ah, Mom…”
desisnya dalam hati.
Sore yang bersahabat mengantarkan mom
pada kebahagian yang membuncah. Apalagi Josh memberikan satu anggota
keluarga baru yang cantik. Satu hal yang sangat Josh perhatikan, ternyata Betsy
tidak hanya cantik dan lucu. Anjing
mungil itu termasuk cerdas, kalau boleh Josh ingin menyebutnya terpelajar,
he-he-he…
Ia
bersusah payah mencari Betsy karena ingin mom selalu ingat dirinya.
Setidaknya Betsy berprilaku baik karena tidak membuang kotoran sembarangan,
tidak suka merusak perabot, dan mudah untuk diajak berkomunikasi menuruti
kehendak empunya. Pilihannya pernah jatuh pada Bruno, anjing itu memang gagah
dengan kulit hitam mengkilat. Tapi ia mengurungkan niatnya agar menemani Mrs.
Dawson. Mom sepertinya lebih cocok jika memiliki teman yang lembut namun
lincah karena pandai menyenangkan majikan. Toh,
ia memberikan ibunya binatang kesayangan bukan untuk menjaga keamanan.
“Guk…guk…guk…!” ketika Betsy pertama
kali melihat Mrs. Dawson.
Salam perkenalan yang manis. Telinganya yang panjang bergerak-gerak lucu.
Paduan warna hitam sebagai bercak di bulu putihnya persis Dalmatians,
tokoh kartun yang memesona jutaan pecandu animasi.
Betsy melompat dari dekapan Josh.
Berlari-lari mengitari Mrs. Dawson. Kemudian ia mulai menggonggong
lembut mengajak bercanda dan bermain.
“Sepertinya
taman mawar dan rumput di depan rumah cocok untuk kita anjing kecil.” Ajak Mrs.
Dawson.
“It’s
name Betsy! Mom…!” teriak Josh. Josh terlihat senang dengan awal
perkenalan yang berkesan dan membahagiakan ibunya.
“Mom, Betsy sebelumnya milik Eve. Teman
kuliah yang sering kuceritakan memiliki banyak pets. Betsy adalah anjing
terbaiknya dan ia beri khusus untuk mengusir sepi Mom. That’s dog
verry beautiful and smart. Mom pasti menyukainya…”
Mata
Mrs. Dawson berkaca-kaca, “Sesempurna apapun Betsy, kamu lebih menarik hati
Mom, Josh,” ungkap Mom tulus. Ia memandang mata di wajah tampan Josh dengan
lembut. Ada haru yang menjalari jiwa lelaki muda tersebut. Kedua ibu dan anak
itu berpelukan hangat. Josh meraskan getaran-getaran itu. Cinta Josh semakin menguat, penuh berlimpah
pada ibunya.
***
Mrs. Dawson kali ini benar-benar
resah. Didekapnya Betsy benar-benar erat sambil bersandar malas di sofa. Betsy
menatap sendu grandma, begitu Mrs. Dawson sering menyebut dirinya jika sedang
berbicara dengan Betsy.
“Apakah kau tahu kabarnya, Betsy?
Sudah beberapa pekan ini dia tak pernah menghubungi kita. Ah, ada apa
sebenarnya…?” curhat Mrs. Dawson. “Sayang
kau hanya anjing mungil yang tidak terlalu melibatkan perasaan,” pikir wanita tua yang kian beruban
itu.
Ia mengulang lagi keluhannya melihat
Betsy menggeleng-geleng. Entah gelengan mengerti atau gerak biasa. Mrs.
Dawson senang dengan responnya.
“Josh. Terlalu sibukkah kau hingga tak sempat
melihat email mom yang bertumpuk-tumpuk untukmu,” ujarnya pasrah.
Hanya keluhan pada Betsy yang mampu ia ucapkan. Entah beberapa lama sudah
komunikasi mereka terputus sama sekali. Tidak ada dering telepon di sudut
kamar, ponsel Josh pun tidak aktif.
Sedetik kemudian ia beranjak
bangkit, “Baiklah, Honey, kau saja yang kupenuhi cinta kini. Sepertinya
kita harus segera membeli makananmu yang habis.” Mrs. Dawson berencana
berjalan-jalan mengelilingi kompleks sembari membeli makanan Betsy.
Dengan tertatih-tatih ia berjalan.
Tujuannya toko di seberang sana yang menjual fooder untuk Betsy. Anjing manis yang kian dekat dengan perempuan
renta itu. Pikiran Mrs. Dawson masih
mengembara pada langit biru musim semi ini. Di antara bayang-bayang nasibnya
yang terhempas. Sosok perempuan tua bersama anak yang mapan dan entah sedang
berpikir apa mengenai ibunya saat-saat seperti ini. Tepat di depan pintu masuk toko ia
terperanjat.
“Brukh…!” tubrukan yang tak terduga.
Betsy terjatuh, Mrs. Dawson berusaha meraihnya. Namun sekali lagi ia
terlambat. Barang bawaan lelaki muda itu jatuh tepat mengenai Betsy.
Mrs. Dawson terpekik, “Oh, My
Good…! Betsy!”
Lelaki yang menjatuhkan barangnya di
tubuh Betsy tak kalah terkejut. “Sorry,
Mrs. Kita akan segera membawanya pada ayahku. My father is a
docter.” Lelaki muda itu segera meminjam keranjang kepada pelayan toko,
meletakkan Betsy yang sepertinya mengalami patah tulang akibat benda yang cukup
keras itu.
Mrs. Dawson bingung. Tapi
diturutinya juga langkah tergesa-gesa penubruk Betsy tadi.
“Di mana rumah Anda, Nyonya? Saya
akan mengantar anjing kecil ini jika ia telah sembuh nanti. Sepertinya mesti
beberapa hari ia dalam perawatan. Maaf, saya
sangat teledor tadi.” Ia berkata beruntun sambil menyetir mobil dengan
cepat.
Mrs. Dawson cemas, “Tidak
apa-apa. Apakah harus begitu? Saya sangat memerlukan kehadiran Betsy di rumah.
Oh ya, rumahku di blok tengah kompeks ini, dekat.”
“Kebetulan sekali! Ternyata kita
bertetangga karena saya berada di ujung jalan itu. My name is Reinhard, Reinhard
Priyanto.” Jawab pemuda itu terdengar senang.
Mereka sampai di rumah anak muda
yang bernama Reinhard itu. Beruntung sekali, ayah Reinhard sedang ada di rumah.
Beliau mengobati Betsy dengan sigap dan sabar. Ramah ia berujar, “Maafkan putra
saya Mrs….”
“Mrs. Dawson!” sambung
pemilik anjing mungil itu. “Tidak apa-apa. Saya juga terlalu larut dalam
lamunan tadi, sehingga tidak melihat Reinhard. Anak baik ini tidak sepenuhnya
salah.” Ia mengatakan hal itu sembari melirik anak sang dokter hewan.
“Begitulah putra saya. Ia sering
terburu-buru jika melakukan sesuatu. Anda tidak perlu khawatir Nyonya, anjing
manis ini akan segera pulih. Hanya perlu menggantikan perbannya setiap pagi.
Tentu saja jangan lupa obat yang bisa Anda campurkan di dalam makanannya.”
Mrs. Dawson lega, “Thanks,
padahal saya sempat cemas ketika Reinhard mengatakan Betsy harus menginap
beberapa hari.”
“Saya melihat benda yang menubruknya
cukup keras, Dad…makanya saya juga sangat khawatir. Tetapi Dad
lebih tahu ternyata,” elak Reinhard.
“Tidak apa-apa…seperti yang saya
katakan tadi. Bagaimana jika Anda menghirup teh sejenak menghilangkan kecemasan
Anda?”
“Oh, terimakasih, Anda sungguh baik,
Dokter!”
Ayah Reinhard segera menyuruh anaknya untuk memberitahukan agar sang ibu membuat teh untuk tamu mereka. Reinhard segera beranjak menuju dapur.
Ayah Reinhard segera menyuruh anaknya untuk memberitahukan agar sang ibu membuat teh untuk tamu mereka. Reinhard segera beranjak menuju dapur.
“Anda seorang dokter hewan, tapi
saya tidak melihat seekor pun anjing di dalam rumah ini?” tanya Mrs.
Dawson bingung.
“Oh, itu karena keluarga kami moslem,
jadi kurang baik bagi kami memiliki binatang kesayangan anjing.
“Hmm, betul. Saya lupa. Nama belakang
Priyanto saja menunjukkan demikian. Apakah Anda imigran dari Indonesia yang
berpenduduk muslim banyak seperti sering saya baca? Mengapa anjing tidak boleh
ada dirumah? Kalau boleh saya tahu” Mrs. Dawson bertanya sopan. Semua orang menyukai
anjing dengan karakter lucu, manis, dan jinak mereka.
Dokter itu menjelaskan bagaimana pandangan
agamanya. Tidak ada larangan untuk memelihara anjing. Namun jika sampai menjadi
seekor pet, tentu saja mereka tidak bisa menghindari najis. Mrs.
Dawson mengangguk paham.
Reinhard menghampiri ayahnya dan
tamu mereka, “Mrs. Dawson, saya juga punya binatang kesayangan. Ia
cantik bukan? Namanya Dora. This is angora cat”. Reinhard memperlihatkan kucing belangnya pada
Mrs. Dawson.
“Ya, ya…Ia benar-benar memukau.
Mungkin suatu saat saya akan memelihara kucing juga.” Mrs. Dawson
tersenyum gemas melihat kucing itu. Ia menyentuhnya lembut. Kucing Reinhard
ternyata sangat cantik. Bermata tajam dengan warna bak pualam.
“Mungkin dua bulan lagi Dora akan
memiliki anak, karena ia akan segera melahirkan. Anda dapat memilikinya jika
mau, datang saja ke sini nanti.” Tawar Reinhard melihat antusiasnya Mrs. Dawson.
“Thanks, Reinhard. Saya pasti
datang jika menginginkannya. Bagi saya Betsy adalah pengganti Josh. Ya,
walaupun tidak lucu kedengarannya seekor anjing mampu mengobati kerinduan
seorang ibu pada anaknya.” Mrs. Dawson menerawang.
“Josh menggantikan kesepian saya ketika ia
tinggal di kota
lain dengan seekor anjing. Saya senang,
meski lama-lama seperti ironi bukan? Tapi saya paham sebenarnya ia mencintai his mom.”
“Maafkan saya membuka kesedihan
anda. Tetapi anda bisa berbincang dengan istri saya jika ingin sekadar ngobrol.
Kebetulan sekali ia adalah ibu rumah tangga yang banyak memiliki waktu
senggang.”
“Tentu saya akan menyukai hal itu
nanti. By the way mana istri anda? Saya tak melihatnya dari tadi.”
Dari dapur nampak seorang perempuan
membawa nampan berisi teh dan setoples makanan ringan. “Ya, saya sangat senang
jika kita bisa berbincang banyak hal Mrs. Dawson” Rupanya ia mendengar
pembicaraan terakhir suaminya tadi. Lagipula Reinhard telah memberitahu nama
tamu mereka.
Mereka berbincang banyak hal. Mrs.
Dawson merasa senang mengenal keluarga Amerika yang merupakan imigran Indonesia
tersebut. Mereka sangat tulus dan bersahabat. Melihat Reinhard, ia teringat Josh ketika masih kuliah dulu. Anak muda yang
penuh semangat dan enerjik. Tiba-tiba ia menginginkan Josh pulang dan
memeluknya.
Dengan diantar Reinhard Mrs.
Dawson pulang membawa Betsy. Ia berharap Betsy segera sembuh dan kembali
membawa keriangan. Rasanya tak mungkin membawa Betsy berjalan-jalan mengitari
kompleks dalam keadaan sakit. Kadangkala ia juga menemui teman-teman sesama
pemilik anjing di sebuah klub pecinta anjing. Betsy senang sekali bertemu dan
bermain dengan anjing-anjing lainnya.
Perlahan-lahan kesehatan Betsy kian
membaik. Mrs. Dawson merawat dan mengobati lukanya dengan cermat.
Namun,
Josh… anak itu keterlaluan sekali. Baru sekali itu Mrs. Dawson memaki
anaknya, meskipun dari jarak yang berjauhan. Sewaktu ia menelpon ibunya setelah
berbulan-bulan tak memberi kabar ia hanya menanyakan Betsy. Dirinya membatin, “Mungkin ketuaan telah membuat perempuan ini
terlalu sentimentil?”
“Apakah mom
tidak terlalu penting Josh? Hingga tak perlu kau cemaskan. Bahkan kau hanya
berpesan agar menjaga Betsy dengan baik,” gerutunya. Ia tidak ingin menyatakan
hal itu langsung kepada Josh. Tapi ia ingat persis pembicaraannya dengan Josh
beberapa minggu lalu.
Josh bertanya, “Mom, bagaimana
keadaan Betsy? Apakah ia baik-baik saja? Kenapa Mom tidak
memberitahukanku cepat-cepat.”
“Tak perlu cemas Josh, Mom
telah merawat Betsy dengan baik hampir setahun.” Jawab ibunya seperti
sebuah sindiran tajam. Ia berharap Josh bertanya
kabar dirinya dan sedikit bercerita banyak hal tentang pekerjaan dan kehidupan
barunya.
Josh malah menutup pembicaraan,
“Okey, Mom. Aku sedang sibuk! Beberapa temanku sedang bertamu. Aku akan
menghubungi Mom lagi nanti.”
Mrs. Dawson kecewa. Ditatapnya
Betsy yang sedang tertidur lelap dipangkuannya. Josh tak pernah menghubunginya
lagi hingga detik ini.
***
Betsy hilang. Mrs. Dawson
benar-benar kelimpungan. Sudah dua hari anjing putih berbercak hitam itu tidak
diketahui keberadaannya. Mrs. Dawson tidak ingin kehilangan untuk kedua
kalinya. Meski pun Betsy seekor anjing, tidak mudah ia menggantikannya dengan
anjing lain. Cukup Josh yang hilang, walau pada kenyataannya anak lelakinya itu
masih ada.
Ia berjalan mengitari setiap rumah yang terlewati. Pendengarannya coba dipertajam. Terakhir ia melihat Betsy ada di halaman rumah keluarga Wilson yang selalu sepi. Waktu itu Betsy masih sempat memanjat pagar kayu rendah yang berwarna putih di rumah tetangganya tersebut.
Ia berjalan mengitari setiap rumah yang terlewati. Pendengarannya coba dipertajam. Terakhir ia melihat Betsy ada di halaman rumah keluarga Wilson yang selalu sepi. Waktu itu Betsy masih sempat memanjat pagar kayu rendah yang berwarna putih di rumah tetangganya tersebut.
Ia ingin bertanya kepada keluarga di
seberang rumahnya, rumah Mr. Wilson. Tapi ia terkejut karena tiba-tiba
Betsy berlari diikuti seorang gadis kecil.
“Stop, stop…!Dalmatians,
tunggu saya!”
Betsy melompat kearah Mrs.
Dawson yang membentangkan tangannya.
“Kenapa gadis kecil, kau
memanggilnya Dalmatians?” tanya pemilik Betsy yang asli itu bingung. Ia
mengelus sayang Betsy yang bergelayut manja di pelukannya.
“Ia telah menemaniku, aku
membutuhkannya Nyonya. Berikan ia padaku! Dal sangat lucu.” Tampak sekali ia
memelas dengan dibuat-buat. Mungkin gadis kecil itu berpikir dapat membuat iba
wanita tua di depannya.
Mrs. Dawson tersenyum, “Mengapa kau sangat menginginkannya, anak manis?”
Mrs. Dawson tersenyum, “Mengapa kau sangat menginginkannya, anak manis?”
"Aku tidak memiliki teman. Mom
and dad terlalu sibuk untuk menemaniku di rumah,” ia mengungkapkannya
dengan polos. Penuh harap menatap Betsy dan Mrs. Dawson
bergantian.
“Kau memberi namanya Dalmatians?”
tanya Mrs. Dawson. Gadis kecil itu
mengangguk.
“Nama
yang bagus, bagaimana jika Betsy Dals saja? Dan anjing ini menjadi milikmu,” tawarnya
“Benarkah? Anda sungguh baik hati,”
ia menjawab girang. “Guk, guk, guk…” Betsy menyalak. Sepertinya Betsy riang
disambut gadis kecil itu.
Mrs. Dawson melihat potret
dirinya di mata gadis kecil pirang itu. Sudah saatnya ia memberikan kebahagiaan
untuk orang yang bernasib sama sepertinya. Dan Mrs. Dawson cukup bahagia
dengan perbuatannya menyerahkan Betsy.
Besok
mungkin akan dipeliharanya kucing untuk menumpahkan perhatiannya. Harapan yang acapkali
tak memiliki tempat berlabuh. Tawaran Reinhard kemarin patut dipertimbangkan. Dalam
pengamatannya, Reinhard begitu menyukai pertemanan dengan kucing. Mungkin juga
dirinya nanti seperti itu.[]
keren cerpennya kak....
BalasHapusI feel like i read a translation short story :)
BalasHapusit's good since you wrote it with US setting
congratulation ^_^
Thanks Aini, salam :-)
BalasHapusLingga: Masih berasa settingnya kurang sebenarnya, mau yang lebih detail.
Bagaimana mulai dengan membuat setting di Arizona ya? ;-)