Baru saja hujan di Jakarta. Cuaca
yang biasa panas ke ubun-ubun menjadi lumayan segar. Dingin-dingin begini,
semua pasti setuju, bawaan perut jadi lapar. Jadilah saya membayangkan makanan
apa yang enak disantap. Entah kenapa, tiba-tiba saya ingat lemeah, masakan tradisional kampung saya nun jauh di sana, Curup, Provinsi Bengkulu. Santapan yang konon dicap “masakan bau” karena memang
memiliki aroma khas yang bagi sebagian orang dianggap bau. Tapi percayalah,
begitu engkau menyantapnya, anggapan itu akan hilang dalam sekejap. Secepat menghabiskankan lemeah dengan nasi panas mengepul. Ehm, yummy…
Sekarang ini, saat menulis, saya membayangkan pedas dan nikmatnya di lidah gulai lemeah kan dawen tales (gulai lemah ikan daun talas) andalan keluarga saya. Pemilik masakan tradisional ini adalah masyarakat Rejang di Curup (Kabupaten Rejang Lebong), etnis terbesar yang mendiami Bengkulu. Beberapa kabupaten lain pun ditinggali etnis tersebut, di antaranya
Lebong, Kepahiang, dan Bengkulu Utara. Dan lemeah tentunya sudah mendarah daging bagi
orang Rejang yang terkenal sebagai petani ulet di antara pegunungan Bukit Barisan ini.
Apa itu lemeah, kok namanya
terdengar aneh? Bagaimana rasanya? Bagaimana membuatnya? Seberapa unik?
Lemeah adalah makanan yang
terbuat dari bambu muda, yakni bambu yang baru saja muncul dari tanah dan masih
menguncup kurang dari semeter. Kalau pernah mendengar rebung, nah itu lah dia!
Namun ada yang tidak biasa dari proses pembuatan lemeah. Saya akan cerita
bagaimana ibu saya biasa mengolah rebung menjadi lemeah yang sedap itu.
Pertama, rebung yang baru diambil di kebun dikupas untuk membuang bagian yang
keras. Harus hati-hati, karena banyak terdapat miang alias bulu-bulu halus dan gatal di
permukaannya. Selanjutnya rebung ini dicuci bersih, lalu dipotong beberapa
bagian. Potongan ini diiris tipis-tipis (seperti rolade), kemudian dicincang.
Bentuknya nanti menjadi serpihan atau potongan kotak-kotak kecil. Katakanlah
mirip daging cincang, namun lebih kasar. Tahap selanjutnya, rebung tadi
dimasukkan di dalam baskom dan masukkan air. Terakhir, campurkan rebung cincang
ini dengan potongan ikan mentah yang sudah dibersihkan. Biasanya ikan air tawar
yang tak asing di sana, misalnya ikan mujair, ikan putih, ikan mas,
atau ikan gabus. Tidak perlu banyak, cukup beberapa potong. Sekarang tutuplah
baskom dengan rapat. Selesai! Tunggulah dua sampai tiga hari sampai lemeah berubah bau menjadi asam karena fermentasi. Taraaa, lemeah pun sudah jadi dan siap diolah sebagai masakan khas masyarakat Rejang.
Rebung muda yang telah dibersihkan sebagai bahan utama lemeah |
Setiap rumah di Curup pasti hapal
cara membuatnya atau temuilah di pasar-pasar tradisional. Pedagang lemeah setia
menjajakan di tiap sudut. Jangan khawatir ikan seperti berbau aneh atau ada yang mengatakannya "busuk", karena hal itu disebabkan proses pengawetan alami.
Lemeah hasil fermentasi rebung muda yang siap diolah menjadi masakan nikmat |
Lemeah wajib dimasak menjadi
beragam masakan dengan bumbu dasar sambal.
Variasinya bisa bermacam-macam. Paling sederhana dibuat sambal lemeah.
Caranya, tumis bawang merah dan putih halus beserta sambal. Begitu harum
masukkan lemeah dan sedikit air. Beri garam dan gula pasir secukupnya. Rasanya?
Jangan tanya. Campuran asam, pedas, dan segar menggugah selera. Selain itu lemeah akan lebih gurih dicampur udang atau ikan. Kali ini
saya akan memberikan resep andalan keluarga kami, lemeah kan dawen tales.
Resep Lemeah Kan Dawen Tales
Bahan:
Lemeah, semangkuk kecil (kira-kira
¼ kg).
10 buah cabe merah.
5 siung bawang merah.
3 siung bawang putih.
Sedikit kunyit.
3 batang talas muda (ambil bagian
dalam dan daun yang masih kuncup), potong-potong.
Setengah butir kelapa, ambil
santannya.
½ kg ikan mas.
Minyak goreng secukupnya untuk menumis.
Cara Membuat:
1. Haluskan
bumbu yang terdiri dari cabe, bawang merah, bawang putih, dan kunyit.
2. Tumis
bumbu dalam minyak panas dengan api kecil sampai harum. Masukkan ikan mas yang
telah dipotong, lalu talas. Aduk sampai bumbu merata sehingga ikan dan talas
terlihat layu.
3. Masukkan
santan. Aduk pelan santan sampai mendidih, untuk menghindari kuah pecah. Jangan
terlalu kuat, supaya daun alas tidak hancur.
4. Terakhir
masukkan garam dan sedikit gula. Tanda masakan matang adalah ikan tidak lagi
amis. Daun dan batang talas menjadi lembut.
Lemeah kan dawen tales ini cocok
dimakan dengan nasi mengepul panas bersama keluarga. Satu lagi, temannya adalah lalap
jering (jengkol muda). Waduh, surga dunia pokoknya, hehehe... Apalagi jika dimakan di
dangau, pondok kecil di tengah sawah begitu habis bekerja. Rebung terasa segar
dengan sensasi asam pedas bercampur kuah yang gurih karena dipadu santan. Ketika
kita mencubit daging ikan, wangi khasnya akan begitu menggoda dan manisnya bakal
menggoyang lidah. Yang paling saya suka adalah tekstur pucuk daun talas yang
superrrr lembut, maknyuss… Daun talas ini hampir menyerupai tepung saking lembutnya, namun sedikit liat. Agak
berbeda dengan batang talas yang juga lembut, tapi meninggalkan kesan kesat
karena berserat. Namun perlu diperhatikan saat memasaknya. Talas harus
benar-benar matang, karena jika tidak akan terasa gatal.
Nikmatnya lemah kan mas dawen tales yang disantap dengan lalap jengkol muda |
Melanglangbuana ke Luar Negeri karena Khasiatnya
Begitu terkenalnya Bengkulu
dengan rebung, tidak heran beberapa tahun lalu mulai dibudidayakan. Biasanya rebung diambil dari bambu liar di kebun yang tidak ditanam dengan
sengaja. Olahan berupa rebung kalengan rutin diekspor ke Jepang dan beberapa
negara Eropa. Pabriknya terdapat di Kabupaten Lebong, kabupaten pemekaran dari
Rejang Lebong.
Rebung mengandung antioksidan
jenis fitosterol, penangkal radikal bebas yang berbahaya bagi
tubuh. Di Cina, kabarnya dipercaya menurunkan kadar kolesterol jahat dalam
darah. Selain itu rebung juga memunyai kadar serat tinggi. Serat bisa
melancarkan pencernaan sekaligus mengurangi resiko kanker. Tidak kalah penting
kandungan rebung adalah protein yang tinggi, karbohidrat, dan asam amino. Hebatnya, rebung termasuk makanan yang rendah lemak dan gula. Lain lagi dengan talas, tanaman ini
mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, lemak, dan vitamin, serta sejumlah
mineral penting. Khusus pada daun talas, kandungan proteinnya lebih tinggi dari
umbi (sekitar 4-7 persen). Sementara untuk ikan, sepertinya saya tidak perlu menjelaskan, karena semua percaya si jago renang
ini bergizi tinggi.
Lemeah dan Tradisi Masyarakat Rejang
Ehm, sulit bagi saya menjelaskan
sejarah masakan lemeah ini yang sahih. Hampir dikatakan tidak terdeteksi karena sejarah masyarakat Rejang sebagai penduduk terbesar Provinsi Bengkulu yang termasuk kelompok
Proto Melayu masih diteliti hingga sekarang. Karena pada kenyataannya, meski
memunyai aksara kuno Kaganga, asal-usul Suku Rejang (secara pasti) sulit
dilacak.
Hanya saja, sepanjang masyarakat Rejang percayai turun-temurun, lemeah begitu populer dan membudaya sebagai pelengkap lauk-pauk
sehari-hari. Semua generasi tahu karena tak pernah tergerus zaman
hingga sekarang. Bahkan, penduduk di luar masyarakat Rejang yang
menempati daerah tersebut semisal Minang, Jawa, Sunda, Melayu, Batak, dan
lainnya pun banyak yang menyukai.
Kalau menelusuri sejarah, masyarakat
Rejang adalah suku agraris yang hidup di daerah tropis. Di mana bambu tumbuh
berlimpah dan ikan pun mudah didapatkan di sungai-sungai, danau, atau
rawa-rawa. Mereka akrab dengan rebung, yang juga seringkali disantap oleh
beruang atau babi hutan. Sekarang, di zaman modern dan
lintas batas, putra-putri Rejang telah menyebar ke berbagai belahan Indonesia
dan dunia. Tiap belek sadei alias balik dusun, lemeah tetap menjadi masakan favorit yang bikin kangen. Ya pedasnya, ya wangi khasnya, ya asamnya, dan ya cita rasa unik rebungnya yang tak bisa ditemukan di tempat lain.
Tidak heran, di Bandara Fatmawati Soekarno, saya
seringkali melihat orang yang membawa jerigen yang ditutup
rapat ketika habis mudik. Isinya apalagi kalau bukan lemeah mentah. Penasaran mencobanya? Ayo, bertandang
ke negeri kami di Provinsi Bengkulu. Biar keluarga saya menjamu Anda sepuasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hayuk-hayuk, kumen di sini biar saya tahu respon Anda di sajian ala kadar KecekAmbo, ukeh, ukeh... :-D
Bonusnya, ntar saya balik silaturahim, Insya Allah... ;-)